oleh

BPJS Naik 100% Mulai Januari 2020, Warga Mengeluh dan Pasrah

banner 468x60

Jakarta, monitorkeadilan.com — Defisit anggaran BPJS yang terus meningkat memaksa pemerintah untuk menaikkan iuran walau terdapat pro dan kontra di masyarakat.

Kementerian Keuangan resmi menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kenaikan iuran untuk setiap kategorial itu pun dipastikan berlaku Januari 2020 mendatang. Untuk kenaikan itu, pemerintah menetapkan jumlah wajib yang harus dibayar masyarakat setiap kategorinya.

banner 336x280

Untuk pemegang kepesertaan kelas I, akan dikenakan iuran per bulan Rp160.000 dari sebelumnya Rp80.000. Kemudian kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp59.000 per bulan. Tinggi nian kenaikan iuran itu.

“Kami hanya bisa pasrah. Ini keputusan pemerintah. Jika mentok membayar iuran dan harus disanksi hukum pun kami tetap pasrah. Ini adanya kami,” ungkap Arnoldus (49) seorang warga di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bapak satu anak yang hanya bekerja sebagai buruh ini, mengaku ikut dalam kepesertaan BPJS kelas III. Artinya pada setiap bulan ia harus merogoh koceknya melunasi iuran wajib Rp25.500 dikali 3 menjadi Rp76.500. Itu pun jika tak jadi dinaikan pemerintah menjadi Rp42.000.

Jika benar menjadi Rp42.000, maka setiap bulan dia harus melunasi Rp126.000. Berat memang, jika uang senilai itu harus rutin keluar pada setiap bulan. Belum lagi harus keluarkan sejumlah nilai uang untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari dalam rumah tangga.

“Anak perempuan saya baru saja masuk SMP. Banyak memang kebutuhan di awal tahun ajaran ini, tapi mau bagaimana lagi,” tuturnya sedikit lirih.

Jika dikasih pilihan, kata Arnoldus, dia tak akan memilih masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan yang dinilai cukup memberatkan. “Toh kalau sakit pun kartu BPJS itu pun sulit diklaim. Masih ada banyak rumah sakit yang mendahulukan pelayanan bagi pasien yang berbayar tunai, dari pada kami yang menggunakan BPJS. Itu pengalaman yang saya dengar di daerah ini,” katanya.

Pun jika rumah sakit mau melayani pasien pemegang BPJS, yang didahulukan pasien berklasifikasi kelas I dan II. “Ada pembedaan memang soal kewajiban iuran, namun setidaknya pelayanan medis untuk sebuah kemanusiaan haruslah tetap adil,” sambungnya.

Sekali lagi, Arnoldus hanya bisa berpasrah dan lagi mengatakan akan sulit memenuhi kewajiban iuran per bulannya. “Kalau lambat alias tunggak lalu ada yang datang tagih ke rumah, ya saya pasrah saja. Kalau mau disanksi penjara pun saya siap. Inilah kondisi kami,” katanya.

(MK/Kesehatan)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan