Minggu lalu, Monas bukan sekadar tempat gladi resik Hari Bhayangkara ke-79. Di tengah panas matahari Jakarta, publik dikejutkan dengan kehadiran makhluk-makhluk berkaki besi dan mata kamera—robot-robot canggih hasil karya anak bangsa—berbaris dan bergerak seperti prajurit digital masa depan.
Robot humanoid, robot anjing (robodog), robot tank, hingga robot pertanian hadir bukan untuk atraksi semata. Mereka adalah potret visi Polri menuju masa depan, di mana teknologi bukan sekadar alat bantu, tapi bagian dari tubuh institusi.
BANYAK YANG TERKESIMA, TAK SEDIKIT YANG BERTANYA
Kehadiran robot-robot itu menuai kekaguman dan sekaligus tanda tanya. Dari mana datangnya? Untuk apa? Berapa biayanya?
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho angkat suara. Ia menyebut, robot-robot ini adalah bagian dari strategi modernisasi kepolisian Indonesia. Negara-negara seperti Thailand, Dubai, dan China sudah mulai menempatkan robot di garis depan tugas-tugas keamanan. Indonesia tak ingin tertinggal.
“Antusias masyarakat luar biasa. Anak-anak bahkan datang berulang kali hanya untuk melihat dari dekat robot-robot ini. Tapi kami juga paham, publik ingin tahu lebih jauh: apa gunanya? Untuk apa kehadiran mereka?” ujar Sandi kepada wartawan, Senin (30/6).
Jawabannya tak main-main: robot-robot ini akan menjadi bagian dari sistem kerja kepolisian modern. Bukan cuma untuk gaya-gayaan, tapi untuk tugas-tugas konkret seperti pemantauan, patroli, hingga penanganan situasi berbahaya.
BANGUNAN BARU POLRI: BUKAN SEKADAR BAJU BARU, TAPI OTAK BARU
Polri, kata Sandi, sudah memasukkan agenda robotisasi ke dalam Rencana Strategis (Renstra) 2025–2045. Mulai tahun 2026, anggaran untuk robodog akan digelontorkan. Robot ini digadang-gadang bakal menggantikan sebagian peran anjing pelacak K9. Tanpa perlu diberi makan, tanpa pawang, tahan cuaca ekstrem, dan bisa diaktifkan kapan saja.
“Robodog bisa mendeteksi benda atau bahan berbahaya. Dan efisiensinya luar biasa,” terang Sandi.
Robot humanoid pun disiapkan untuk tugas pengenalan wajah di tempat umum, pemantauan lalu lintas elektronik, hingga patroli di kawasan rawan. Mereka bisa bergerak bebas, punya sudut pandang 360 derajat, dan terhubung ke sistem biometrik Polri.
Lebih jauh lagi, robot bisa diterjunkan ke lokasi-lokasi penuh risiko: gedung terbengkalai, area bencana, hingga situasi penyanderaan. Semua itu demi melindungi personel manusia dan meningkatkan akurasi kerja di lapangan.
DIBANGUN OLEH ANAK BANGSA
Yang membanggakan, robot-robot ini bukan buatan luar negeri. Mereka lahir dari tangan anak negeri, lewat kerja sama Polri dan PT SARI Teknologi.
“Kami rancang sesuai kebutuhan unik Polri,” kata Yohanes Kurnia Widjaja, Direktur Utama SARI Teknologi. Ia menjelaskan bahwa robot i-K9, misalnya, mampu beroperasi hingga 8 jam dalam cuaca ekstrem dan sudah dibekali kecerdasan buatan (AI).
Sementara itu, robot humanoid masih terus dikembangkan. Ribuan jam uji coba sedang dilakukan untuk menyempurnakan algoritma dan ketepatan tugasnya.
“Kami tidak mau asal jadi. Target kami adalah operasi penuh dengan akurasi tinggi,” ujar Yohanes.
MITRA DI LOKASI BERBAHAYA
Irwasum Polri, Komjen Dedi Prasetyo, menegaskan bahwa ke depan, robot-robot ini bukan sekadar alat bantu, melainkan mitra sejajar bagi personel Polri.
“Di masa depan, mereka akan ditempatkan di lokasi berisiko tinggi. Ini demi mengurangi risiko pada personel manusia, sekaligus meningkatkan efisiensi operasi,” ujar Dedi dalam keterangannya, Jumat (27/6).
Meski begitu, ia mengakui teknologi ini belum matang. Pengembangan masih berlangsung. Namun arah besarnya jelas: kolaborasi anak bangsa, riset berkelanjutan, dan keterbukaan terhadap praktik terbaik dari negara lain.
Modernisasi Polri, tambah Dedi, bukan proyek sehari dua hari. Tapi perjalanan panjang yang membutuhkan dukungan seluruh elemen bangsa.
TIDAK SEKADAR CANGGIH, TAPI JUGA KEMANUSIAAN
Sandi dan Dedi sepakat: robot-robot ini bukan untuk menggantikan manusia, melainkan memperkuat nilai kemanusiaan dalam pelayanan publik dan penegakan hukum. Dalam jangka panjang, robot diharapkan bisa membantu Polri menjalankan tugas dengan lebih presisi, lebih cepat, dan tetap humanis.
Mereka bukan sekadar logam dan kabel. Mereka adalah simbol perubahan: dari institusi lama yang sering dicitrakan lambat dan birokratis, menjadi garda depan penegak hukum digital yang tangguh, cerdas, dan siap menghadapi tantangan zaman.
Hari Bhayangkara ke-79 bukan sekadar seremoni. Ia adalah jendela kecil menuju 2045. Dan dari jendela itu, kita melihat siluet robot—dan harapan.