oleh

KARENA DANA DESA KULIT MANGGIS DAN BATOK KELAPA NAIK PANGKAT

banner 468x60

JAKARTA — Desa Jelijih Punggang terletak di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Daerah ini secara administratif terbagi ke dalam tiga buah banjar dinas yaitu Banjar Dinas Punggang, Jelijih dan Jelijih Kelod. Sebanyak 1.416 jiwa beruntung memanggil desa nan asri ini sebagai rumahnya. Sebagian warga di sini menjalani mata pencaharian di bidang pertanian dan perkebunan.

“Untuk komoditas unggulan tahunan, kami ada kopi. Di sela-selanya ada kelapa yang panen setiap empat bulan. Sisanya adalah hasil perkebunan buah-buahan seperti manggis, durian, coklat, nah tapi memang tidak menentu karena terpengaruh cuaca,” ungkap Wayan Sudasna, Perbekel Desa Jelijih Punggang.

banner 336x280

Perbekel adalah istilah lokal di Bali untuk menyebut kepala desa. Wayan merupakan putra asli Jelijih Punggang yang kembali ke desa setelah pensiun. Belum genap setahun ia mengampu jabatan yang merupakan amanat warga desanya itu.

Meski bergantung pada cuaca, komoditas perkebunan dari desa ini tetap layak dibanggakan. Manggis contohnya, menurut situsweb desa ini, Jelijih Punggang merupakan daerah penghasil buah manggis terbesar di wilayah Kecamatan Pupuan. Manggis dengan kualitas ekspor, yang pemasarannya sudah masuk pasar Internasional seperti Cina.

Memang tidak semua buah layak ekspor. Beberapa dipasarkan di pasar lokal dan sisanya dimanfaatkan menjadi produk turunan.

 

Mengolah khasiat kulit manggis

Saat panen raya, desa jelijih Punggang mampu mengirim 74 ton hasil panen manggis ke pengepul.  Buah yang dikirim tersebut tidak semuanya dapat lolos ketatnya penyortiran buah yang akan dikirim ke pasar internasional. Hanya sekitar 40 persen saja yang layak ekspor, sisanya terbuang begitu saja jika tidak ada upaya untuk memanfaatkannya.

“Bukan tidak layak konsumsi, tapi karena penampilannya saja. Seperti saat ini musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan tampilan buah lebih gelap dan kurang cantik untuk di-display di supermarket,” ungkap Sudasna mencontohkan.

Berangkat dari permasalahan tersebut, seorang warga desa bernama Wayan Rudiana memiliki inisiatif untuk mengolah daging kulit manggis yang memang terkenal kaya manfaat.

“Awalnya mencari informasi di youtube bahwa buah ini memiliki kandungan antioksidan tinggi, terutama di daging kulitnya. Dari situ eksperimennya saya mulai sejak tahun 2013,” beber bapak dua anak itu memulai kisahnya mendirikan U.D Gunung Sari.

Untuk pengujian kandungan produknya, Wayan Rude mengaku didampingi oleh pihak dari laboratorium bidang pertanian dan pengolahan hasil  Universitas Udayana. Setelah hasilnya keluar, ia langsung mengurus surat izin P-IRT ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan. Hingga akhirnya di tahun 2015, Ia bisa meluncurkan produk jus hasil fermentasi daging kulit manggis pertamanya dalam kemasan 150 ml.

Daging kulit buah manggis dikenal berkhasiat karena kaya antioksidan, polifenol, dan serat yang merupakan zat-zat penting untuk tubuh.

“Kenapa dibutuhkan? Untuk mendetoks toksin pada tubuh manusia yang berasal dari makanan konsumsi sehari-hari,” ucap Rudiana menjelaskan manfaat produknya.

Zat-zat beracun itu berasal dari makanan ultra-proses yang dalam prosesnya menimbulkan zat-zat berbahaya jika dibiarkan terus mengendap dalam tubuh tanpa proses detoksifikasi. Ia juga meluruskan salah kaprah bahwa produk ini bukan berasal dari sampah kulit manggis, melainkan buah segar yang tidak lolos sortiran pasar ekspor.

 

Rajutan batok kelapa untuk alat upacara

Jus kulit manggis buatan Wayan Rudiana bukan satu-satunya produk unggulan dari warga di desa Jelijih Punggang. Kelompok Merta Nadi menjadi contoh lain hasil program pemberdayaan warga di desa ini.

Jika dilihat sekilas, bentang alam desa di perbukitan ini memang sebagian besar tertutup jalinan pohon-pohon kelapa. Buah kelapa yang melimpah itu kebanyakan diolah menjadi kopra. Pengolahan kopra menghasilkan limbah batok kelapa yang dulunya dibuang begitu saja. Ide mengolah limbah batok kelapa ini awalnya dicetuskan oleh pihak sekretariat desa.

“Inisiatifnya dari desa, waktu itu bapak Sekretaris Desa mengumpulkan kami lalu diberikan pelatihan. Dulu pertama (pelatihnya) dari Karangasem,” jelas Ni Wayan Nilon terkait kisah pembentukan kelompok ibu-ibu perajin batok kelapa.

Setelah tiga tahun berjalan, Merta Nadi kini beranggotakan 20 orang ibu-ibu yang tersebar di ketiga banjar yang terdapat di Desa Jelijih Punggang. Nilon menambahkan bahwa awalnya ia dan teman-temannya sama sekali tidak memiliki dasar pengetahuan membuat kerajinan dari batok kelapa.

Setelah beberapa kali pelatihan, mereka pun kini bisa menghasilkan berbagai jenis produk seperti bokor, keben, tempat pejati yang acap dipakai masyarakat Bali dalam upacara adat dan keagamaan. Mereka juga telah mengembangkan produknya di bidang perlengkapan rumah tangga dan fesyen berupa tatakan, ta, vas bunga, sarung bantal dan lainnya.

Peran desa tak cukup hanya memberikan pembinaan di awal saja. Nilon mengakui bahwa perangkat desa bersikap sangat proaktif terhadap kebutuhan dari ibu-ibu Merta Nadi ini.

Program pemberdayaan ini mampu memberikan nilai dan kemampuan tambahan bagi para ibu rumah tangga yang kebanyakan kegiatannya diisi dengan membantu suami mengurus kebun. Tak hanya meningkatkan skill, pihak desa juga mendukung kegiatan positif ini dengan memberi modal usaha berupa mesin pemotong batok kelapa menjadi bentuk kepingan menyerupai koin yang menjadi ciri khas kerajinan dari desa ini.

Berkat kreativitas mereka, produk kerajinan Merta Nadi bahkan pernah diundang ke gelaran G20 tahun lalu dan mengikuti pameran di Jakarta.

Berdaya karena dana desa

Tak hanya diberikan kepada Kelompok Merta Nadi. Beragam pelatihan, pendampingan dan bantuan modal usaha juga diberikan oleh pemerintah Desa Jelijih Punggang kepada Wayan Rudiana dalam mengembangkan U.D Gunung Sari miliknya.

Semua dukungan ini merupakan bentuk pemanfaatan #UangKita dalam bentuk transfer ke daerah berupa pemberian dana desa.

Tahun 2023 lalu Desa Jelijih Punggang menerima dana desa sebesar Rp779.155.000.

”Untuk Kabupaten Tabanan secara keseluruhan menerima Rp113.858.178.000,” tambah I Wayan Carma, Kepala Bidang Pemerintah Desa (Pemdes) Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Tabanan. #UangKita tersebut disalurkan ke 113 desa di 10 kecamatan.

Kabupaten Tabanan sendiri merupakan wilayah dengan desa terbanyak di pulau dewata ini. Mengutip data dalam laporan APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) yang terbit januari lalu, sampai dengan periode ini, Dana Desa disalurkan Rp69,86 triliun (99,80 persen dari pagu), tumbuh 2,87 persen (year-on-year), Angka tersebut termasuk penyaluran BLT Desa Rp10,44 triliun (99,98 persen), nonBLT Desa Rp57,42 triliun (99,79 persen), dan Tambahan Dana Desa Rp1,99 triliun (99,95 persen).

Carma menambahkan fokus penyaluran dana desa terbagi ke dalam tiga prioritas utama yaitu, pertama untuk pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk bantuan langsung tunai (BLT) dan kemiskinan ekstrim.

Kedua, berupa pemberdayaan masyarakat termasuk juga berkaitan dengan pengelolaan badan usaha milik desa (BUMDES).

Terakhir, sejak tahun 2023, dana desa juga boleh dimanfaatkan untuk operasional desa yang diatur sebesar 3 persen sesuai Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023.

Adanya penyaluran dana desa menjadi wujud kehadiran negara dalam komitmen dalam mengelola #UangKita yang dapat dinikmati hingga ke pelosok pedesaan.

Di desa Jelijih Punggang sendiri, Sudasna mengaku pemanfaatan dana tersebut sepenuhnya dimanfaatkannya untuk membagun desanya agar mandiri.

Dari sisi infrastruktur, dana desa digunakan untuk membangun jalan usaha tani yang menghubungkan pemukiman warga desa dengan lahan perkebunan menggunakan cor beton sepanjang total 1,8 kilometer.

Sebelumnya, jalanan di perkampungan masih berupa tanah sehingga menyusahkan dan membahayakan warga dalam bermobilitas, termasuk saat harus mengangkut hasil panennya dari kebun dalam proses distribusi produknya. Dalam hal pemberdayaan warga, Sudasna mengaku sangat terbuka terhadap usulan dan kebutuhan warganya.

Ia berharap kelak akan muncul inovasi baru menyusul kesuksesan produk jus kulit manggis milik Rudiana dan kerajinan rajut batok kelapa ibu-ibu Kelompok Merta Nadi.

Harapan untuk berkelanjutan

Semangat warga Desa Jelijih Punggang untuk menjadi lebih mandiri lewat program-program pemberdayaan ini memang cukup tinggi.

Perempuan-perempuan tangguh di Merta Nadi mampu meningkatkan perannya selain sebagai ibu rumah tangga, membantu suami mengurus kebun, serta menunjukkan eksistensinya sekaligus menambah sedikit pemasukan dari hasil kreasinya. Nilon mengibaratkan nama kelompoknya sebagai harapan mereka ke depan.

“Merta artinya sumber kehidupan masyarakat. Nadi terus berjalan, bergerak maju dan berkembang,” ucapnya.

Mengamini Nilon, Rudiana turut menambahkan harapannya.

“Semoga desa tetap memberikan dukungan baik material dan juga mencarikan praktisi-praktisi untuk membantu mengembangkan potensi yang dimiliki desa ini,” titip Rudiana.

Saat ini dirinya sudah memulai eksperimen untuk mengembangkan produknya agar bisa lebih tahan lama sekaligus lebih aman untuk didistribusikan lebih luas lagi.

Mengelola dana sebesar itu menjadi Amanah yang harus dijaga oleh Sudasna dan jajarannya. Untuk itu, pihaknya berusaha untuk terus proaktif dalam memfasilitasi inisiatif dan kebutuhan warganya.

Kesempatan tersebut sekaligus ia jadikan bentuk transparansi pertanggungjawaban pemanfaatan #UangKita yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat tersebut.

“Mudah mudahan bisa lebih besar juga yang digelontorkan dananya sehingga kami juga bisa lebih cepat membangun desa kami. Dengan adanya dana desa ini kami merasakan sangat terbantu bermanfaat untuk mengembangkan perekonomian di desa,” tutupnya. (***)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan