JAKARTA — Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin
mendorong Pemerintah melalui kementerian keuangan RI untuk menaikan bea masuk
atau tarif impor produk impor tertentu yang dinilai mengancam produk buatan
dalam negeri.
Hal ini disampaikan mantan ketua HIPMI Bengkulu itu guna mengontrol masuknya
produk impor yang mengancam perkembangan industri manufaktur di dalam negeri.
Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2023
tercatat berada di level 52,3. Angka ini turun 1,6 poin jika dibandingkan
dengan capaian Agustus 2023 yang berada pada level 53,9.
“Indonesia sedang berada dalam titik kritis industri manufaktur yang serius.
Pemerintah harus segera melakukan perbaikan tata niaga barang impor secara
menyeluruh, baik dari segi tarif maupun batasan maksimal jumlah barang impor
yang masuk dari negara tertentu”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada
Rabu (04/10).
Menurutnya, meskipun Indonesia terikat dengan perjanjian perdagangan
komprehensif secara bilateral dengan negara tertentu, pemerintah juga wajib
menjaga kepentingan nasional. Terutama menjaga kepentingan UMKM yang menjadi
tulang punggung perekonomian Indonesia.
“Jika merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/PMK010/2019 dan UU
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tarif impor untuk produk-produk
seperti sepatu, tas, dan tekstil memiliki tarif sebesar 15-30%. Sementara itu,
tarif PPN-nya sebesar 11% dan PPh sebesar 7,5-10%”, ungkap Sultan.
Oleh karena itu, kami mengusulkan agar tarif impor produk tekstil dan produk
lainnya yang bisa diproduksi oleh UMKM lokal dinaikkan hingga ke 70-100%. Di
samping itu, pemerintah harus melakukan pemetaan jenis dan jumlah produk impor
yang boleh dijual di dalam negeri.
“Pemerintah perlu meninjau kembali isi kerjasama perdagangan dengan beberapa
negara dengan skema kerjasama ekonomi komprehensif atau CEPA. Terutama dengan
negara yang menyebabkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit seperti
China”, tegasnya.
Lebih lanjut Sultan menerangkan bahwa Salah satu tantangan besar yang dihadapi
Indonesia saat ini ialah besarnya defisit neraca perdagangan Indonesia
terhadap China. BPS mencatat defisit perdagangan Indonesia dengan China pada
Juli 2023 mencapai 621 juta dollar AS. Angka itu melonjak cukup tajam dari
bulan sebelumnya yang hanya 269,5 dolar AS.
Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KORPRI 2023 di Jakarta, Senin
(3/10/2023), Presiden Joko Widodo geram banyak instansi pemerintahan hingga
perusahaan BUMN yang masih banyak belanja produk ke luar negeri atau barang
impor. Padahal pemerintah sulit untuk mengumpulkan pendapatan negara.(*)
Komentar