JAKARTA, MONITORKEADILAN — Kasus Love Scamming, atau penipuan berkedok
asmara, telah banyak memakan korban, terutama perempuan. Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengingatkan agar
para perempuan lebih meningkatkan kewaspadaannya agar tidak sampai menjadi
korban penipuan tersebut. Beberapa yang bisa dilakukan seperti jangan mudah
percaya pada orang yang belum dikenal, jangan mudah percaya pada rayuan, lebih
detail mencari profil maupun latar belakang seseorang sebelum menjalin
hubungan lebih dekat, dan jangan menyebarkan informasi pribadi, apalagi hingga
mengirimkan uang.
“Love Scamming merupakan modus penipuan berkedok cinta. Di Indonesia sendiri
banyak sekali kasus love scamming sudah menimbulkan banyak korban, hingga
menyebabkan kerugian materil maupun immateril, terutama lebih banyak korbannya
adalah perempuan. Oleh karenanya, kita harus lebih meningkatkan kewaspadaan
agar jangan sampai menjadi korban penipuan ini. Pelaku biasanya hanya akan
menggunakan media sosial atau aplikasi percakapan dalam berkomunikasi, selalu
beralasan untuk tidak mau melakukan video call, telepon, apalagi bertemu di
dunia nyata, identitas online palsu, terlalu cepat mengatakan cinta hingga
mengajak ke jenjang lebih serius/menikah, dan selalu memiliki alasan
membutuhkan uang karena darurat,” ujar Asisten Deputi Perlindungan Hak
Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA, Eni Widiyanti, dalam acara
Media Talk “Cegah Perempuan Terjerat Modus Love Scamming”, Jumat (8/9).
Eni mengatakan bahwa KemenPPPA memiliki mandat atau mendapatkan tugas dari
Presiden untuk memastikan perlindungan hak perempuan, termasuk di ranah online
maupun di offline. Penipuan berkedok cinta ini dapat dikategorikan dalam
Kejahatan Berbasis Gender Online (KBGO), karena biasanya pelaku menjalankan
aksinya melalui media sosial, atau aplikasi percakapan online.
Dalam paparannya, Eni menjelaskan bahwa berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022
tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pelaku KBGO bisa diancam masuk
penjara paling lama 4 (empat) tahun kemudian dikenakan denda sebanyak Rp
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Apabila kekerasan seksual berbasis
elektronik di atas dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau
pengancaman, memaksa, atau menyesatkan dan/atau memperdaya seseorang supaya
melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Lebih lanjut, Eni memberikan beberapa tips bagi perempuan untuk mencegahnya
menjadi korban love scamming. “Jangan mudah percaya pada orang tidak dikenal
berlaku baik kepada kita, jangan mudah percaya kata cinta, perhatikan tanda-
tanda penipuan, seperti permintaan uang atau informasi pribadi yang tidak
seharusnya dibagikan, jangan mengirim uang kepada seseorang yang belum pernah
ditemui secara langsung, berhati-hati mengunggah foto, video, dan kata-kata di
medsos, minta bertemu langsung sebelum terlalu terlibat secara emosional,
curigai pesan yang tidak diminta dari orang asing di media sosial atau
aplikasi kencan, lebih teliti mencari profil dan latar belakang orang sebelum
terlibat dalam komunikasi atau pertemuan apa pun, kemudian percayai insting
kita dan mintalah nasihat teman atau anggota keluarga tepercaya jika
mencurigai suatu hal,” tutur Eni.
Eni kemudian mengatakan untuk memudahkan korban ketika terjadi kekerasan, maka
korban atau siapapun yang melihat, mendengar, atau mengetahui terjadinya
kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat segera melaporkannya ke layanan
Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, melalui call center 021-129 atau
WhatsApp 08111-129-129.
Senada dengan Eni, Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti
mengatakan bahwa Love Scamming, atau penipuan berkedok asmara ini pelakunya
memakai trik kepercayaan yang melibatkan perasaan dengan pura-pura bersikap
romantis dan mencintai korban, mendapatkan kasih sayang mereka, dan kemudian
menggunakan niat baik itu untuk melakukan penipuan.
“Pelaku menjalankan aksinya dengan menggunakan foto good looking dengan
profesi mentereng di media sosial atau aplikasi kencan, diawali dengan
mengirim pesan di inbox atau email sambil menyapa ramah bahkan membawa- bawa
nama Tuhan, pura-pura menanyakan apa kegiatan kita untuk menyelidiki apakah
korban memiliki uang, mencuri hati korban dengan rayuan, cepat mengatakan
cinta dan mengajak ke jenjang yang lebih serius, seperti pernikahan, dan
mencari alasan meminta uang karena kondisi darurat,” ujarnya
Indriyatno Banyumurti menegaskan jika sudah ada indikasi terjerat dengan
pelaku, segera hentikan komunikasi dengan penipu, dan catat informasi
identitas apa pun yang mungkin dimiliki tentang pelaku, seperti alamat email.
Kemudian, hubungi bank atau kartu kredit jika merasa telah memberikan uang
kepada penipu. Ajukan laporan kepada pihak yang berwenang, dan beri tahu situs
web atau aplikasi tempat bertemu penipu. (*)
Komentar