oleh

CUCU SUKARNO SAYANGKAN PERISTIWA PULAU REMPANG

banner 468x60

JAKARTA, MONITORKEADILAN — Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyayangkan
peristiwa bentrokan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau
antara warga dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, dan Direktorat
Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Ia menekankan, perlunya pendekatan
secara humanis yang mengedepankan persuasi dengan warga.

“Sekalipun ada penolakan dari masyarakat, semestinya tidak perlu ada tindakan
represif. Seharusnya aparat bisa lebih humanis dan bersifat persuasif untuk
berdialog bersama warga,” kata Puan dalam keterangan tertulis kepada
Parlementaria, di Jakarta, Jumat (8/9/2023).

banner 336x280

Diketahui, bentrokan dipicu oleh penolakan masyarakat adat Pulau Rempang atas
Pembangunan kawasan industri di lahan pulau seluas 17 ribu hektare. Proyek
yang dilabeli dengan proyek strategis nasional untuk membangun kawasan
industri, perdagangan, dan wisata itu merupakan Proyek Strategis Nasional
(PSN) pada 2023 sebagai Rempang Eco City.

Bentrokan terjadi saat tim gabungan berusaha menerobos masyarakat yang berjaga
di Jembatan IV Barelang Pulau Rempang karena menolak dilakukannya pengukuran
dan pemasangan batok di wilayah tersebut.

Pemblokiran dilakukan warga dengan membakar sejumlah ban dan merobohkan pohon
di akses jalan menuju kawasan Rempang. Meski begitu, petugas tetap memaksa
masuk untuk memasang patok, dan menembakkan gas air mata serta water cannon
untuk melerai kericuhan.

Akibat adanya tembakan suara letupan dari gas air mata, siswa-siswa SD di
Pulau Rempang berteriak histeris ketakutan. Tak hanya itu, sejumlah siswa SMPN
22 yang berjarak 100 meter dari ruas Jalan Trans Barelang turut menjadi korban
bentrok tersebut.

Uap gas air mata yang ditembakkan ke udara oleh aparat terbawa ke kompleks
sekolah dan membuat para siswa dan guru nyaris pingsan, bahkan sampai ada yang
lari ke kawasan hutan untuk menghindari udara pengap akibat gas air mata. Puan
mengatakan seharusnya penggunaan gas air mata tidak lagi dilakukan.

“Apabila memang ada kericuhan, gunakan pendekatan lain. Seharusnya kita
belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa penggunaan gas air mata bisa
berdampak fatal,” tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI
itu.

Mantan Menko PMK ini menilai, penolakan dalam pembangunan biasa terjadi.
Menurut Puan, penolakan-penolakan tersebut seharusnya disikapi dengan cara-
cara kemanusiaan dan bersifat persuasif. “Apalagi jika pembangunan ini demi
peningkatan perekonomian rakyat, maka jangan sampai merugikan rakyat,”
tegasnya.

Puan juga menekankan pentingnya kajian sosial budaya mengingat Pulau Rempang
erat dengan keberadaan masyarakat adat yang hingga hari ini berusaha
mempertahankan ruang hidup mereka. Ia meminta Pemerintah agar mencari jalan
tengah terkait permasalahan ini, termasuk bagaimana menyikapi respons warga
yang menolak direlokasi.

“Daerah Rempang memiliki kekayaan budaya yang unik. Pemerintah harus
menghargai dan melindungi warisan budaya ini dalam proses pembebasan lahan.
Ini harus dilakukan dengan hormat dan penuh kehati-hatian,” ujar Puan.

Aparat keamanan pun diingatkan kembali untuk bersikap lebih humanis dan
persuasif dari pada memaksa masuk. Hal ini, kata Puan, sesuai dengan
pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyebut musyawarah dan
sosialisasi harus menjadi prioritas untuk menyelesaikan masalah.

“Pendekatan humanis dan persuasif dalam pembebasan lahan di Rempang Batam
perlu dilakukan untuk menghindari bentrokan dan perlawanan yang berpotensi
berakhir dengan korban,” ungkap cucu Bung Karno tersebut.

Untuk itu, Puan mengingatkan agar jangan sampai pelaksanaan tugas pengamanan
mengesampingkan nilai kemanusiaan. Terutama dalam menghadapi masyarakat.
“Apabila ada tindakan pidana, silakan diproses secara hukum. Tapi bukan
berarti langkah represif aparat dibenarkan. Apalagi penggunaan gas air mata
memiliki efek yang membahayakan bagi kesehatan, khususnya terhadap anak-anak,”
ucap Puan.

Puan berharap persoalan ini dapat menemukan jalan terbaik untuk semua, baik
untuk masyarakat dan pelaksanaan pembangunan Rempang Eco City itu sendiri.
“Kami di DPR akan berkomitmen mencari solusi atas permasalahan ini. Mari kita
cari jalan keluar terbaik, yang tidak merugikan masyarakat. Kita upayakan
secara persuasi,” kata Puan.

Menurut BP Batam, pembangunan Rempang sebagai PSN 2023 tertuang dalam Permenko
Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021
tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional dengan nilai investasi yang
ditaksir mencapai Rp 381 triliun hingga tahun 2080.

Puan pun mengapresiasi langkah Pemerintah tentang pengembangan Pulau Rempang
yang diharapkan dapat memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi bagi Kota
Batam serta kabupaten atau kota lain di Provinsi Kepulauan Riau. Namun,
Pemerintah dan pihak terkait lainnya didorong untuk mengedepankan dialog dan
konsultasi yang inklusif dengan masyarakat yang terdampak.

“Ini harus melibatkan rasa karena warga sudah lama tinggal di sana. Dengarkan
kegelisahan dan kekhawatiran mereka. Serta apa kebutuhan warga sebagai upaya
mencari jalan keluar dari kebuntuan. Saat masyarakat merasa didengar, biasanya
mereka akan merasa lebih terbuka,” imbau Puan.

Masyarakat adat Pulau Rempang yang bertempat tinggal di 16 kampung tua menolak
relokasi pembangunan Eco City. Warga menilai kampung mereka memiliki nilai
historis dan budaya yang kuat, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Puan
menyebut, diperlukan pendekatan yang berbeda saat menghadapi masyarakat adat
dengan mengedepankan unsur persuasi.

“Berikan masyarakat edukasi dan informasi tentang keuntungan adanya proyek
strategis nasional. Ini akan membantu mereka dalam membuat keputusan yang
tepat dan merasa lebih termotivasi untuk mendukung proses pembangunan di
wilayah mereka,” tutupnya. (*)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan