MonitorKeadilan, Jakarta – Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) merespons pernyataan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang meminta Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi mengatakan, pihaknya menghargai perspektif IMF terkait kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan mentang tambang. Ia mengungkapkan, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pun akan menyambangi Amerika Serikat (AS) untuk bertemu dengan Managing Director IMF Kristalina Georgieva untuk menjelaskan tujuan Indonesia tak lagi ekspor bijih nikel. Baca juga: IMF Minta RI Cabut Larangan Ekspor Nikel, Menko Airlangga: Kolonialisme Baru Dilakukan dengan Cara Itu Menurut dia, hal ini menjadi kesempatan bagi RI untuk menjalin dialog yang konstruktif dan berbagi tujuan dalam menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan, adil, dan sejahtera. “Menko Luhut nantinya akan ke Amerika dan berencana bertemu dengan Managing Director IMF untuk menjelaskan visi kami ini dengan lebih detail,” ujarnya keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (29/6/2023). Jodi menuturkan, Indonesia sebagai bangsa berdaulat dan sedang berkembang, pada dasarnya ingin memperkuat hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk sumber daya dalam. Dengan demikian, RI tak ingin hanya menjadi negara pengekspor bahan mentah. Ia menegaskan, konsep hilirisasi tidak hanya mencakup proses peningkatan nilai tambah, tetapi juga tahapan hingga daur ulang, yang merupakan bagian integral dari upaya RI untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menekankan pentingnya keberlanjutan. “Kami tidak memiliki niat untuk mendominasi semua proses hilirisasi secara sepihak,” kata dia. “Tahapan awal akan kami lakukan di Indonesia, namun tahapan selanjutnya masih dapat dilakukan di negara lain, saling mendukung industri mereka, dalam semangat kerja sama global yang saling menguntungkan,” lanjut Jodi. Langkah hilirisasi ini selaras dengan amanat Konstitusi Indonesia yakni pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk keberlanjutan dan kemakmuran rakyat.
Sebelumnya, melalui dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, lembaga itu meminta pemerintah RI untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Dalam dokumen itu disebutkan, Direktur Eksekutif IMF menyadari, Indonesia tengah fokus melakukan hilirisasi pada berbagai komoditas mentah seperti nikel. Langkah ini dinilai selaras dengan ambisi Tanah Air untuk menciptakan nilai tambah pada komoditas ekspor. “Menarik investasi asing langsung dan memfasilitasi transfer keahlian dan teknologi,” tulis dokumen tersebut, dikutip Selasa (27/6/2023). Akan tetapi, Direktur Eksekutif IMF memberikan catatan, kebijakan itu harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Baca juga: Pentingnya Critical Mineral untuk RI, Sebagai Produsen Nikel Terbesar Dunia Kemudian, kebijakan tersebut juga harus dibentuk dengan tetap meminimalisir dampak efek rembetan ke wilayah lain. “Terkait dengan hal tersebut, para direktur mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain,” tulis dokumen IMF. Sebagai informasi, pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas nikel. Kebijakan larangan ekspor bijih nikel mendapat penolakan dari Uni Eropa, dan Indonesia digugat ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Pada Oktober 2022 lalu, Uni Eropa berhasil memenangkan gugatan terhadap Indonesia. Namun pada akhir tahun 2022 lalu, pemerintah pun memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut. 01MK
Komentar