oleh

Korban Perdagangan Orang dari Papua dan NTT Dikembalikan

banner 468x60

“Akhirnya, hanya 13 anak yang kembali ke Jakarta yang selanjutnya kini mendapatkan penanganan di Balai Handayani, Kemensos.”

Gugus Tugas Pusat Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) telah berhasil memulangkan anak korban TPPO di Fakfak, Papua Barat dan Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kini para korban menjalani pemulihan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (BRSAMPK), Handayani, Jakarta.

banner 336x280

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Rafail Walangitan mengatakan, anak korban TPPO tersebut berjumlah 21 orang yang dipekerjakan di tempat hiburan malam, terdiri dari empat anak ditemukan di Fakfak, Papua Barat dan 17 anak di Maumere, NTT. Semua anak tersebut diketahui berasal dari daerah Jawa Barat.

Kasus TPPO anak terbongkar setelah aparat kepolisian dari masing-masing wilayah melakukan penggeledahan ke beberapa pub di Fakfak dan Maumere. “Terhadap kasus TPPO di Papua Barat, info awalnya kami terima dari media. Mengingat tidak ada gugus tugas di Papua, maka saya berkoordinasi dengan unit TPPO Bareskrim Polri,” ungkap Rafail dalam keterangan tertulis, Jumat (20/8/2021).

Rafail menceritakan, dalam proses pemulangan para korban di bawah koordinasi gugus tugas yang didalamnya adalah Kemen PPPA, Polri, dan Kementerian Sosial. Selain itu IOM Indonesia juga turut terlibat dalam pemulangan tersebut. Kemen PPPA merupakan Sekretariat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang mendapat mandat sebagai penyedia layanan rujukan akhir penanganan perempuan dan anak korban kekerasan termasuk TPPO yang ketua Hariannya adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

“Saat ini, para korban akan mendapatkan rehabilitasi sosial, keberlanjutan pemeriksaan kesehatan, dan juga persiapan pemberdayaan berdasarkan minat keterampilan kerja para korban di Balai Rehabilitasi Handayani, milik Kementerian Sosial. Semoga juga nanti bisa ditindaklanjuti untuk tracing family yang akan ditangani oleh Pekerja Sosial di daerah untuk menganalisa risiko, assesment kepada keluarga, dan juga harapan yang sama untuk mempersiapkan pemberdayaan bagi para korban,” kata Rafail.

Sementara, untuk kasus TPPO anak di Maumere, proses pemulangan 17 korban cukup rumit. Empat anak sempat kabur dari rumah penitipan TRUK-F (Tim Relawan Untuk Kemanusiaan) di Maumere, saat akan dibawa ke Jakarta, namun pada akhirnya ditemukan telah kembali ke kampung halamannya.

“Akhirnya, hanya 13 anak yang kembali ke Jakarta yang selanjutnya kini mendapatkan penanganan di Balai Handayani, Kemensos,” kata Asisten Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Kemen PPPA Robert Parlindungan Sitinjak.

Robert mengemukakan, kondisi anak saat ditemukan sangat memprihatinkan, karena mendapat perlakuan buruk saat bekerja, bahkan dua anak dalam keadaan hamil. Namun sangat disayangkan, proses hukum kasus TPPO anak di Maumere belum berjalan, karena tidak ada satupun penetapan tersangka, oleh Penyidik Polda NTT.

Robert berharap proses hukum terhadap pelaku dapat dilaksanakan sebagai bentuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penegakan hukum, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas penanganan kasus kekerasan pada anak pada 9 Januari 2020, yaitu melaksanakan proses penegakan hukum yang memberikan efek jera dan berikan layanan pendampingan bantuan hukum, serta memberikan layanan rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial kembali.

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan