Jakarta, monitorkeadilan — Populer ingkapan ingat pesan ibu, memakai masker. Belakangan di jalan-jalan tampak pemandangan berbeda. Jumlah masyarakat yang menggunakan masker di kendaraan umum, kendaraan pribadi, bahkan berjalan kaki, kian sering terlihat.
Memakai masker memang merupakan bagian dari protokol kesehatan untuk memutus mata rantai penularan pandemi Covid-19. Selain itu disiplin mencuci tangan dan tidak berkerumun.
Namun beredar di tengah masyarakat tentang kemunculan masker yang disebut palsu. Masker jenis ini dikhawatirkan membuat pemakainya rentan terpapar virus SARS-CoV-2.
Kesediaan masker yang memenuhi syarat, memang merupakan masalah tersendiri sejak awal pandemi Covid-19. Masker medis sulit diperoleh masyarakat karena harganya juga karena ketersediaannya.
Saat ini pandemi telah berlangsung setahun. Dalam kurun tersebut telah muncul 996 industri masker medis yang sudah memiliki nomor izin edar dari Kementerian Kesehatan.
“Kalau dia sudah mendapatkan izin edar dari Kemenkes artinya masker ini dikategorikan sebagai masker bedah atau masker N95 atau KN95 yang dikategorikan sebagai alat kesehatan,” kata Plt Dirjen Farmalkes, drg. Arianti Anaya, MKM, dalam konferensi pers, beberapa hari lalu, seperti disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, drg. Widyawati, MKM di Jakarta.
Arianti menjelaskan jenis masker medis adalah masker bedah dan masker respirator. Masker bedah berbahan material berupa Non – Woven Spunbond, Meltblown, Spunbond (SMS) dan Spunbond, Meltblown, Meltblown, Spunbond (SMMS).
Masker tersebut digunakan sekali pakai dengan tiga lapisan. Penggunaannya menutupi mulut dan hidung.
Lain halnya dengan masker respirator atau biasa disebut N95 atau KN95. Biasanya masker respirator ini menggunakan lapisan lebih tebal berupa polypropylene, lapisan tengah berupa elektrete / charge polypropylene.
Masker jenis ini memiliki kemampuan filtrasi yang lebih baik dibandingkan dengan masker bedah. Biasanya masker respirator ini digunakan oleh pasien yang kontak langsung dengan pasien COVID-19 dan juga selalu digunakan untuk perlindungan tenaga kesehatan.
Ketika produk masker sudah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan maka masker tersebut telah memenuhi persyaratan mutu keamanan dan manfaat, antara lain telah lulus uji Bacterial Filtration Efficiency (BFE), Partie Filtration Efficiency (PFE), dan Breathing Resistence sebagai syarat untuk mencegah masuknya dan mencegah penularan virus serta bakteri.
“Masker medis harus mempunyai efisiensi penyaringan bakteri minimal 95%,” tutur drg. Arianti.
Kemenkes, lanjutnya, selain memberikan izin edar masker juga terus melakukan pengawasan di peredaran terhadap produk-produk yang sudah memiliki izin edar. Untuk menindaklanjuti masker yang beredar ilegal, Kemenkes melakukan upaya melalui mekanisme kerjasama dengan aparat hukum.
Masker N95 dan KN95 untuk kebutuhan medis dan non medis secara fisik sulit dibedakan secara fisik. Itu baru bisa dilihat setelah dilakukan pengujian.
Oleh karena itu untuk menghindari kesalahan pemilihan masker medis maka tenaga kesehatan dan masyarakat agar membeli masker medis yang sudah memiliki izin edar alat kesehatan dari Kemenkes. Izin edar biasanya tercantum pada kemasan atau dapat juga diakses di infoalkes.kemkes.go.id.
Jika tenaga kesehatan dan masyarakat menemukan masker yang dicurigai tidak memenuhi standar agar melaporkan melalui akses Hallo Kemkes di 1500567.
Proses vaksinasi sudah berlanjut tapi masyarakat juga harus tetap menjaga protokol kesehatan salah satunya adalah tetap menggunakan masker.
“Saya menghimbau kepada seluruh tenaga kesehatan dan juga masyarakat untuk cermat memilih masker dalam menjaga diri dari penularan COVID-19. Jangan hanya tergiur dengan model atau apapun yang penting kita memilih masker yang sesuai dengan kebutuhan kita,” kata drg. Arianti.
Komentar