oleh

LEBIH BANYAK WARGA YANG INGIN DIVAKSIN COVID-19 KETIMBANG YANG MENOLAK

banner 468x60

Jakarta, monitorkeadilan — Jumlah masyarakat yang berminat divaksinasi Covid-19 lebih banyak ketimbang rakyat yang menolak. Hal itu menunjukkan, program vaksinasi penyakit menular tersebut memang tepat karena selaras dengan kehendak rakyat.

Lagi pula diduga kuat, masyarakat yang hingga kini mewacanakan menolak vaksinasi sangat dipengaruhi informasi tidak benar alias hoaks.

banner 336x280

Minat masyarakat menyebabkan beberapa tempat yang menjadi lokasi vaksinasi terlihat seperti diserbu warga yang ingin divaksin.

Di tempat-tempat tersebut sering terlihat masyarakat sabar dalam antrean yang mengular panjang. Antusiasme juga dapat terlihat pada unggahan di media sosial. Masyarakat tampaknya bangga dan ingin memperlihatkan kepada orang lain bahwa mereka telah disuntik vaksin.

Seperti terlihat di Pasar Tanah Abang pada 17 Februari 2021. Para pedagang beramai-ramai meninggalkan dagangan agar dapat divaksin.

Demikian juga di Cimahi, Jawa Barat, pada 8 dan 9 Maret 2021. Bahkan kalangan lansia sangat antusias mendatangi Puskesmas yang ditunjuk menjadi lokasi vaksinasi.

Di Kota Surabaya, pada awal Maret 2021 sebanyak 3.985.596 orang telah divaksin dosis pertama. Saat ini yang sudah divaksinasi dosis kedua mencapai 1.454.836 orang.

Vaksinasi tahap kedua ini pemerintah menargetkan 40.349.051 orang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19. Cakupan vaksinasi tahap kedua baru mencapai 9,88 persen untuk dosis pertama dan 3,61 persen dosis kedua. Sementara vaksinasi tahap pertama yang menargetkan tenaga kesehatan cakupan sudah mencapai 96,19 persen untuk dosis pertama dan 79,75 persen untuk dosis kedua. Adapun sasaran pada tahap pertama untuk tenaga kesehatan yakni sebanyak 1.468.764 orang.

Penulis Ahmed Kurnia dari Media Center melaporkan, maraknya warga, apalagi lansia, berbondong-bondong mendatangi berbagai tempat untuk menjalani vaksinasi boleh jadi merupakan dampak dari pendekatan komunikasi pemerintah yang mengedepankan persuasi dan edukasi publik.

Padahal, beberapa waktu sebelumnya, masih banyak warga yang enggan divaksin. Setidaknya itu terlihat dari hasil riset Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia – yang dirilis pada 21 Februari 2021 lalu – yang menunjukkan ada sekitar 41 persen responden tidak bersedia divaksin. Sementara yang bersedia hanya 15,8 persen.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dengan situasi yang masih pandemi, survei dilakukan melalui telepon terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak dari sampel survei. Survei ini memiliki margin of error sekitar 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Temuan Indikator Politik Indonesia memang terlihat agak kontras dengan hasil riset lembaga lain. Misalnya penelitian serupa juga dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, UNICEF, dan WHO dengan 115.000 responden di 34 Provinsi dengan rentang waktu 19-30 September 2020. Temuannya 64,8 persen bersedia menerima vaksin ada 27,6 persen, yang tidak tahu ada 7,6% menolak.

Mereka yang menolak untuk divaksin, menurut kajian Kemenkes disebabkan ada beberapa hal. Di antaranya isu keamanan vaksin, keraguan terhadap efektivitas vaksin, khawatir efek samping, dan soal halal-haram.

Tapi ada juga temuan yaitu sejumlah warga yang takut adanya efek samping serta bersikap “wait and see”. Itu tercermin dalam penelitian yang dilakukan Lembaga Survei Kedai Kopi, yang melakukan riset pada 3-10 Desember 2020 dengan 1.600 reseponden di 34 provinsi. Temuannya, mereka yang takut adanya efek samping jumlahnya sekitar 68,3%, sedangkan warga yang bersikap “menunggu yang lain dulu” ada 27 persen. Sementara mereka yang menolak divaksin karena merasa sehat berjumlah 21 persen.

Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting melakukan riset dengan 1.202 responden dari 34 Provinsi pada 16 – 19 Desember 2020. Hasilnya 37 persen responden bersedia menerima vaksin, 40 persen tidak tahu, dan ada 17 persen yang menolak divaksin.

Warga yang ragu atau menolak untuk divaksin, boleh jadi karena belum memahami secara utuh mengenai pentingnya dan manfaat vaksin. Ini belum lagi permasalahan beredarnya hoax yang isinya menyesatkan warga soal penanganan Covid-19 dan vaksin. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mencatat sejak Januari 2020 hingga 1 Maret 2021, terdata ada 1.457 berita dan isu hoaks terkait Covid-19.

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan