Jakarta, monitorkeadilan — Kini para pelaku kejahatan seksual terhadap anak berpeluang mendapat ganjaran lebih mengerikan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo, terhadap kalangan yang biasa disebut predator anak tersebut dapat diberlakukan kebiri kimia.
PP yang ditandatangani Presiden pada 7 Desember 2020 tersebut bernomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Pelaku kekerasan, dalam PP tersebut, didefinisikan sebagai “pelaku tindak pidana persetubuhan kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan pelaku tindak pidana perbuatan cabul kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.
Sementara, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Tindakan kebiri kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dikenakan terhadap pelaku persetubuhan. Sementara pelaku perbuatan cabul dikenakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi.
Semuanya dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4, pelaku anak tidak dapat dikenakan tindakan kebiri kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Kebiri kimia dan detektor elektronik
Dikutip dari portal Kepolisian Daerah Metro Jakarta, Senin (4/1), tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun, dan dilakukan melalui tiga tahapan yaitu penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan. Tindakan dilakukan dengan cara pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.
Di bagian lain PP mengatur, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dikenakan kepada pelaku persetubuhan dan perbuatan cabul. Alat pendeteksi dapat berupa gelang elektronik atau lainnya yang sejenis.
“Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada pelaku sebagaimana dimaksud diberikan paling lama 2 (dua) tahun,” bunyi Pasal 14 ayat (3).
Identitas pelaku dapat diumumkan
Berdasarkan ketentuan pada BAB III terkait pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan surat pemberitahuan kepada jaksa paling lama empat belas hari kerja sebelum pelaku kekerasan seksual terhadap anak selesai menjalani pidana pokok.
Pengumuman dilaksanakan oleh jaksa paling lama tujuh hari kerja setelah pelaku selesai menjalani pidana pokok.
“Pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana dimaksud dilakukan selama 1 (satu) bulan kalender melalui papan pengumuman; laman resmi kejaksaan; dan media cetak, media elektronik, dan/atau media sosial,” ketentuan Pasal 21 ayat (2).
Pengumuman identitas pelaku paling sedikit memuat nama pelaku; foto terbaru; nomor induk kependudukan/nomor paspor; tempat/tanggal lahir; jenis kelamin; dan alamat/domisili terakhir.
Tertuang dalam ayat (4) pasal tersebut, pelaku anak tidak dapat dikenakan pidana tambahan berupa pengumuman identitas ini.
Komentar