Jakarta, monitorkeadilan.com — Senin (14/9) hari ini Pemerintah DKI Jakarta berlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pasalnya jumlah kasus Covid-19 di Ibu Kota Negara tersebut, mengalami peningkatan.
DKI telah dua kali terapkan PSBB. Pertama dilakukan sebelum PSBB transisi. PSBB kedua dilakukan berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2020.
Lalu, adakah perbedaan antara PSBB saat ini dengan PSBB terdahulu?
Berikut beberapa kebijakan dalam PSBB total DKI Jakarta saat ini, dikutip dari portal milik Polda Metro Jaya :
1. Tempat ibadah boleh dibuka untuk warga sekitar
Sebelumnya tempat ibadah dilarang beroperasi. PSBB kali ini tempat ibadah di lingkungan permukiman boleh digunakan warga setempat. Sedangkan tempat ibadah yang dikunjungi peserta dari berbagai komunitas seperti masjid raya, dan tempat ibadah yang berada di wilayah zona merah, ditutup sementara.
2. Perkantoran boleh beroperasi
Sebanyak 11 sektor usaha boleh beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan membatasi kapasitas karyawan maksimal 50 persen. Adapun 11 sektor itu adalah kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, sektor keuangan, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, sektor pelayanan dasar (utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional serta objek tertentu), dan kebutuhan sehari-hari.
3. Pasar dan pusat perbelanjaan boleh beroperasi
Sebelumnya pasar dan pusat perbelanjaan dilarang beroperasi. Kali ini dibolehkan dengan menerapkan pembatasan kapasitas paling banyak 50 persen pengunjung yang berada dalam lokasi dalam waktu bersamaan. Restoran, rumah makan, cafe di dalam pusat perbelanjaan hanya boleh menerima pesan antar atau bawa pulang.
4. Ojek online boleh angkut penumpang
Ojek online boleh mengangkut penumpang. Sebelumnya hanya melayani pesanan makanan dan antar barang. Sementara TransJakarta, MRT, LRT, KRL CommuterLine, taksi, angkot, dan kapal penumpang bisa beroperasi namun dilakukan pembatasan kapasitas, pengurangan frekuensi layanan, dan armada.
5. Pemerintah mengelola sarana isolasi OTG
Isolasi mandiri di rumah tinggal akan dihindari untuk mencegah penularan di klaster baru. Kasus positif tanpa gejala wajib diisolasi di tempat yang ditunjuk oleh Gugus Tugas. Bila kasus positif menolak isolasi di tempat yang ditentukan maka akan dilakukan penjemputan oleh petugas kesehatan bersama aparat penegak hukum.
6. Melanggar protokol kesehatan disanksi
Berbeda dengan PSBB sebelumnya, kali ini penegak hukum bakal lebih galak mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan oleh masyarakat. Dikenai sanksi progresif terhadap pelanggaran berulang. Bahkan dapat dilakukan sidang pidana di tempat. Penegakan disiplin dilakukan bersama oleh Polri, TNI, Satpol PP, beserta OPD terkait.
Komentar