oleh

Wah, Kalau BBM Tidak Turun Pemerintah Akan Digugat

banner 468x60

Jakarta, monitorkeadilan.com — Harga minyak mentah dunia merosot maka harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia harus turun. Begitu logika Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM (KMPHB) untuk mempersoalkan pemerintah Indonesia.

Di Indonesia formula harga BBM yang ditetapkan pemerintah, terutama untuk BBM jenis umum, selalu mengikuti fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Namun kenyataannya sejak April 2020 hingga Juni 2020, semua jenis BBM yang dijual Pertamina, Shell, Total AKR dan Vivo tidak pernah diturunkan.

banner 336x280

Berdasarkan perhitungan KMPHB, sesuai Kepmen ESDM No.62K/2020, harga BBM bulan April 2020 untuk jenis Pertamax RON 92 adalah sekitar Rp 5500 dan Pertalite RON 90 sekitar Rp 5250 per liter. Faktanya harga resmi BBM yang dijual di berbagai SPBU adalah Rp 9000 (Pertamax) dan Rp 7650 (Pertalite) per liter.

Dengan demikian, jika dibanding harga sesuai formula, maka konsumen BBM Pertamax membayar lebih mahal sekitar Rp 3000 per liter. Hal yang sama terjadi untuk BBM Tertentu (solar) dan BBM Khusus Penugasan (Premium), dengan nilai kemahalan sekitar Rp 1250-1500 per liter. Untuk semua jenis BBM rerata nilai kemahalan diperkirakan Rp 2000 per liter.

“Secara keseluruhan, berdasarkan perhitungan yang kami lakukan, untuk periode April 2020 hingga Juni 2020, konsumen BBM diperkirakan membayar lebih mahal minimal sekitar Rp 18 triliun,” tutur KMPHB yang diketuai Marwan Batubara melalui rilis yang diterima pada Kamis (11/6).

Diketahui, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan terkait harga jual BBM, yaitu dua Peraturan Presiden, serta puluhan Permen ESDM dan Kepmen ESDM, yang terbit 2104 – 2020. Perpres dimaksud adalah: No.191/2014 dan No.43/2018. Sedang Permen turunan Perpres adalah No.39/2014, No.4/2015, No.39/2015, No.27/2016, No.21/2018, No.34/2018 dan No.40/2018. Sedangkan Kepmen ESDM terkait adalah: No.19K/2019, No.62K/2019, No.187/2019, No.62K/2020 dan No.83K/2020. Semua aturan tersebut merujuk pada UU Migas No.22/2001 dan PP No.36/2004  tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas.

“Karena itu kami menganggap pemerintah dan badan usaha (Pertamina, Shell, Total, BP, Exxon, Vivo, dan lain-lain) terlihat nyata telah melanggar peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia, yaitu berbagai peraturan harga jual eceran BBM tersebut,” lanjut KMPHB. “Pelanggaran tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang telah merugikan rakyat, dan harus dipertanggungjawabkan,” lanjut organisasi tersebut.

Menurut KMPHB, akibat ketiadaan kebijakan menurunkan harga BBM tersebut telah menimbulkan kerugian pada rakyat pengguna BBM sebesar Rp 13,75 triliun. Angka itu disimpulkan berdasarkan formula harga yang diatur Kepmen ESDM No.62K/2020 dengan asumsi konsumsi BBM oleh rakyat sebanyak 100 ribu kilo liter per hari.

Karena itu KMPHB menuntut agar pemerintah mengganti kerugian sebesar Rp Rp 13,75 triliun kelebihan bayar BBM bulan April dan Mei 2020, kepada masyarakat melalui mekanisme yang legal, adil dan transparan. Pemerintah juga dituntut menurunkan harga BBM mulai bulan Juli 2020 dan berjanji untuk melaksanakan penentuan harga BBM sesuai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KMPHB memberi batas waktu toleran kepada pemerintah Indonesia hingga Selasa (16/6) untuk melaksanakan tuntutan. Jika tidak dipenuhi maka organisasi itu akan menggugat secara hukum ke pengadilan.

“Langkah ini kami ambil karena presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) sehingga telah merugikan rakyat untuk mendapatkan harga BBM sesuai dengan peraturan dan formula harga yang berlaku,” tegas KMPHB.

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan