Jakarta, monitorkeadilan.com — Harga rumah primer dan sekunder sama-sama hancur terutama segmen mewah maupun bawah di tengah lesunya pasar kala pandemi corona. Masyarakat menahan permintaan dengan menjaga uang tunai mereka daripada membelanjakan aset properti.
Sedangkan pasokan malah bertambah saat banyak warga menjual aset untuk kebutuhan. Asosiasi broker rumah bekas, mencatat rata-rata ada penurunan harga di segmen mewah mencapai 30%.
Indonesia Property Watch (IPW) juga mencatat penurunan penjualan unit properti di bawah harga Rp 300 juta. Hal ini terjadi sejak triwulan I-2020 menyusul mulai masuknya pandemi covid-19 ke Indonesia.
CEO IPW Ali Tranghanda menyebut, berdasarkan risetnya unit rumah untuk end user di bawah Rp 300 juta biasanya berkontribusi signifikan bagi penjualan properti nasional.
“Ketika dilakukan riset lanjutan, ternyata memang ada kekhawatiran masyarakat di segmen ini. Misalnya penghasilannya kurang, lalu khawatir di PHK, ini yang membuat pasar di segmen ini sangat terganggu”, sebut Ali, Jumat (22/05/20).
Sementara itu, segmen untuk rumah di atas Rp 1 miliar ke atas yang biasanya diburu para investor, juga terdapat penurunan penjualan di periode yang sama. Hal ini disebabkan oleh para investor yang mulai menyimpan uang tunai-nya di tengah situasi ekonomi yang belum menentu di tengah pandemi.
“Mereka mulai melihat cash flow-nya, seperti untuk membayar THR pegawainya dan lain-lain. Jadi untuk saat ini cash merupakan queen atau king di tengah kondisi pandemi”, tambahnya.
Namun menurutnya, jika pemulihan ekonomi nasional mulai terjadi meski dengan kondisi new normal, ia melihat bahwa dari segmen properti mewah yang akan menjadi penyelamat industri properti ke depan.
Dengan kondisi harga properti yang masih tertahan, bahkan cenderung menurun, justru hal ini yang bisa dimanfaatkan oleh para investor. Hal tersebut menyusul banyaknya para pengembang yang memberikan promosi dan harga khusus di tengah masa pandemi.
“Banyak pengembang yang melakukan gimmick dengan diskon hingga kelonggaran fiskal. Lalu kalau dilihat dari laporan BI terkait Dana Pihak Ketiga (DPK) masih ada Rp 5.979 triliun, tentunya itu bisa jadi potensi daya beli di properti meski bersiang dengan instrumen pasar lainnya,” katanya.
(MK/Eko)
Komentar