Jakarta, monitorkeadilan.com — Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur baru saja keluar.
Pepres ini ditandatangi Presiden Jokowi pada tanggal 13 April 2020 ini dan diundangkan pada 16 April 2020 ini.
Selain menegaskan status DKI Jakarta masih menjadi Ibukota, Peraturan Presiden yang mencabut Perpres No 54/2008 tentang hal dengan Perpres teranyar itu.
Salah satu yang membetot perhatian adalah pasal 81 dari Perpres tersebut. Pasal 81 itu menyinggung tentang reklamasi.
Isinya begini: Zona B8 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 merupakan zona dengan karakteristik daya dukung lingkungan rendah, prasarana lingkungan sedang hingga rendah yang berada pada kawasan reklamasi dengan rawan intrusi air laut dan rawan abrasi.
(2) Zona B8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. kawasan peruntukan permukiman dan fasilitasnya;
b. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
c. kawasan peruntukan industri dan pergudangan;
d. kawasan pendukung fungsi pusat pembangkit tenaga
listrik; dan/ atau
e. kawasan peruntukan kegiatan pariwisata.
(3) Zona B8 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
Pulau Reklamasi C, D, G, N di pesisir pantai Utara Kawasan
Lebih lanjut, dalam aturan yang sama dijelaskan lebih lanjut di pasal 121. Isinya: Arahan peraturan zonasi untuk Zona B8 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) huruf h terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan permukiman dan fasilitasnya, kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan pendukung pusat pembangkit tenaga listrik, kegiatan pariwisata, kegiatan industri dan pergudangan, kegiatan pendukung transportasi laut, dan pendirian fasilitas untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang tidak mengganggu fungsi kawasan pada Zona B8;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembuangan limbah padat dan cair, limbah bahan berbahaya dan beracun, dan kegiatan selain sebagaimana dimaksuddalam huruf a, serta kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan pada ZonaB8 serta mengganggu muara sungai, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, serta usaha perikanan laut;
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi penyediaan fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan serta ruang dan jalur evakuasi bencana: dan
e. Ketentuan lain meliputi: 1) peruntukan kegiatan pada setiap pulau mempertimbangkan peruntukkan pada pulau utama didepannya;
2) pengaturan intensitas ruang di Pulau Reklamasi dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% sesuai denganhasil kajian;
3) meminimalisir timbulnya bangkitan dan tarikan yang membebani daratan utama (mainland); dan
4) mempertimbangkan karakteristik lingkungan.
Jika merujuk pasal-pasal itu, maka Presiden Joko Widodo memberikan izin pengembangan Pulau C, Pulau D, Pulau G, dan N.
“Permukiman dan fasilitasnya, kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan pendukung pusat pembangkit tenaga listrik, kegiatan pariwisata, kegiatan industri dan pergudangan, kegiatan pendukung transportasi laut, dan pendirian fasilitas untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana,” bunyi pasal 121 ayat 1 itu.
Jika merujuk pemberitaaan Kontan.co.id, Gubernur DKI Anies Baswedan pada September 2019 lalu mencabut izin prinsip 13 pulau buatan di Teluk Jakarta.
Tiga belas pulau yang dicabut izinnya adalah Pulau A, B, dan E (pemegang izin PT Kapuk Naga Indah); Pulau H (pemegang izin PT Taman Harapan Indah); Pulau I, J, K, dan L (pemegang izin PT Pembangunan Jaya Ancol); Pulau I (pemegang izin PT Jaladri Kartika Paksi); Pulau M dan L (pemegang izin PT Manggala Krida Yudha); Pulau O dan F (pemegang izin PT Jakarta Propertindo); Pulau P dan Q (pemegang izin PT KEK Marunda Jakarta).
Sedangkan pulau C, D (pemegang izin PT Kapuk Naga Indah); G (PT Muara Wisesa Samudra); dan N (PT Pelindo II) izinnya tidak dicabut lantaran sudah terlanjur dibangun.Ini artinya, pembangunan pulau-pulau tersebut masih akan berlanjut.
(MK/Hukum)
Komentar