Sorong, monitorkeadilan.com — Pandemi virus corona Covid-19 bukan lagi menjadi masalah kesehatan semata, hampir semua aspek kehidupan merasakan dampaknya, terutama aspek ekonomi benar-benar terpukul sangat keras.
Salah satu yang terdampak sangat berat adalah para nelayan ikan tuna di Sorong, Papua Barat. Kebetulan 90% nelayan ikan tuna di Sorong berasal dari suku Gorontalo yang menjadi pendatang di Papua Barat.
Agus Hulalobuka, Pengusaha ikan tuna di kota Sorong, asal Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo pun angkat bicara, dirinya sangat bersedih memikirkan nasib nelayan-nelayan asal Gorontalo yang ada di Sorong.
Harga komoditas ikan tuna yang normalnya Rp 42.000 per kg, kini setelah “tersapu” bencana virus corona hanya berada di harga Rp 18.000 per kg, jatuh terjun bebas.
Permasalahan dasarnya karena ikan tuna adalah komoditas laut yang berorientasi ekpor. Dengan adanya pandemi global ini, maka negara-negara tujuan ekspor menutup diri sehingga ikan tuna tidak dapat terjual ke pasar internasional. Sedang kebutuhan market domestik terlalu sedikit dibanding jumlah komoditas yang tersedia, karena suply jauh lebih banyak dari demand (permintaan) maka otomatis harga pun jatuh.
Kelesuan bisnis ikan tuna ini tercermin dari jumlah pabrik ikan tuna yang beroperasi, biasanya ada 5 pabrik yang menyerap hasil tangkapan nelayan, kini hanya tersisa satu pabrik saja.
Dengan minimnya permintaan ikan tuna, maka para nelayan ini pun praktis kehilangan sebagian besar penghasilannya. Padahal mereka adalah pendatang yang harus membayar rumah (kost) dan menghidupi keluarga di kampung halaman, terutama yang tinggal di Gorontalo.
Pengusaha ikan tuna pun sudah “berteriak” tidak mampu jika terus dihutangi para nelayan untuk mengirim uang ke keluarga di kampung halaman, karena penjualan mereka juga drop. Karena bertahan di Sorong tidak memungkinkan saat ini, ada sebagian nelayan yang sudah kembali ke Gorontalo, namun ada cukup banyak nelayan yang saat ini tidak dapat kembali ke Gorontalo karena adanya penutupan pelabuhan dan bandara di Kota Sorong.
Dalam perspektif ekonomi, kepulangan para nelayan asal Gorontalo yang mencapai 90% dari total nelayan di Kota Sorong, akan menjadi “pukulan telak” bagi keberlangsungan industri perikanan Kota Sorong. Jika sampai mereka semua kembali ke daerah masing-masing, maka pasca pandemi virus corona, Kota Sorong akan kehilangan sumber utama penghasil ikan dalam jumlah yang sangat signifikan.
Kota Sorong terancam akan mengalami kekurangan suply ikan dalam jumlah besar. Kota Sorong pun akan kehilangan devisa yang cukup besar dari penjualan komoditas ikan yang berorientasi ekspor, ikan tuna misalnya.
Akan ada efek bola salju yang cukup besar, baik secara langsung maupun tidak langsung, mengingat ikan adalah salah satu sumber kebutuhan dasar konsumsi masyarakat di Papua Barat.
Tokoh masyarakat keturunan Gorontalo, mantan ketua kerukunan keluarga besar Gorontalo KKIG Kota Sorong, Arif Abdullah Husain, juga menyatakan keprihatinan yang mendalam dengan nasib saudara-saudara nelayan asal Gorontalo. Arif berharap adanya perhatian dan bantuan dari pemerintah daerah, baik di Gorontalo maupun Papua Barat, terutama pemerintah Kota Sorong.
Mengingat para nelayan ini termasuk kategori pekerja produktif yang menyumbang devisa ke Papua Barat secara langsung, dan menyumbang devisa ke Gorontalo secara tidak langsung. Arif berharap pemerintah di Gorontalo dapat menjamin keluarga nelayan tersebut sehingga mereka tidak perlu kembali ke kampung halaman sehingga pasca pandemi virus corona mereka dapat tetap bekerja di sektor perikanan.
Untuk pemerintah Papua Barat, terkhusus pemerintah Kota Sorong, Arif berharap dapat membantu para nelayan agar mereka tidak meninggalkan Sorong. Pemerintah daerah harus dapat melihat para nelayan ini sebagai aset berharga yang turut menggerakkan roda ekonomi daerah.
“Saya hanya menghimbau pada warga agar tetap mematuhi himbauan pemerintah berkaitan dengan wabah virus corona, dan berkaitan dengan pekerjaan melaut supaya dibicarakan dengan baik agar mendapatkan solusi terbaik.” lanjut Arif, “Harapan saya, pengurus kerukunan supaya lebih proaktif pada warga lain yang mengalami kesulitan, terutama untuk kebutuhan hari-hari, apalagi kita mau masuk bulan suci Ramadhan.. Supaya rasa empati sesama warga keturunan Gorontalo diwujudkan dalam bentuk saling tolong-menolong.”
(MK/Fokus)
Komentar