Jakarta, monitorkeadilan.com — Sejak dikeluarkannya Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara, pemerintah akan menggelontorkan anggaran untuk penanganan wabah Covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun.
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD), Mukhaer Pakkanna menyebutkan, untuk memperoleh dana sebesar itu, pemerintah dapat mengais sisa anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 160 triliun, Dana Abadi Pemerintah, Badan Layanan Umum, dan anggaran refocussing berdasarkan peraturan presiden.
“Tentu mengais anggaran sebesar itu, saya rasa cukup untuk antisipasi eskalasi efek wabah Covid-19,” ujar Mukhaer dalam keterangannya, Selasa (7/4).
“Apalagi jika pemerintah mengambil tambahan anggaran sebesar Rp 89,472 triliun atau 19,2 persen dari anggaran proyek pembangunan ibu kota baru di Kalimantan,” katanya.
Mukhaer menyebutkan bahkan jika ditambah lagi dari alokasi anggaran infrastruktur dalam APBN 2020 sebesar Rp 419,27 triliun. Penjumlahan anggaran domestik seperti itu, sudah cukup besar untuk antisipasi efek wabah Covid-19.
“Saya agak yakin, dari sisi kesehatan APBN akan lebih aman dan defisit anggaran APBN 2020 tidak akan melebihi angka patokan 3 persen sesuai UU,” ujarnya.
Hanya saja Mukhaer yang juga Ketua Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perguruan Tinggi Muhammadiyah (AFEB-PTM) menyayangkan pemerintah yang tampaknya akan membatalkan jalur itu.
Pemerintah, kata dia, memutuskan mengambil jalur lain dengan menambah utang luar negeri (ULN). Caranya, menerbitkan pandemic bond yang akan disupport oleh lembaga-lembaga keuangan swasta multinasional, seperti Citigroup, Deutsche Bank, Golman Sach, HSBC, dan Standar Chartered.
“Maka tidak heran penerbitan pandemic bond dalam dua hari ini telah memproleh dana sebesar 4,3 miliar dolar AS alias Rp 69 triliun. Dengan dalih pemerintah bahwa pandemic bond itu bertenor jangka panjang. Bahkan pemerintah berharap dengan surat utang itu negara akan memperoleh dana sebesar Rp 549 triliun,” terangnya.
Lebih lanjut Sekretaris Majelis Ekonomi Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menjelaskan bahwa dalam penanggulangan wabah Covid-19 ini, pemerintah sejatinya ingin mengandalkan utang luar negeri.
Kalau cara itu dilakukan, dia memperkirakan ada beberapa sebab. Pertama, pemerintah sesungguhnya ingin “cuci tangan” dengan mengalokasikan anggaran utang.
“Artinya, beban anggaran penanggulangan wabah Covid-19 ini akan dialihkan ke generasi mendatang. Pemerintah kurang mau tanggung jawab,” katanya.
“Kedua, tentu akan membuat defisit APBN makin membengkak,” pungkasnya.
(MK/Ekonomi)
Komentar