Jakarta, monitorkeadilan.com — Pada Selasa (24/3), Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi mengumumkan pemberlakuan karantina wilayah atau lockdown secara nasional. Kebijakan itu diambil guna mencegah penyebaran virus corona tipe baru penyebab penyakit Covid-19.
“Seluruh negara akan di-lockdown. Lockdown total,” kata Modi dalam pidatonya yang disiarkan di televisi, dikutip laman BBC.
Lockdown diterapkan pada Selasa tengah malam atau Rabu dini hari waktu setempat. Modi menegaskan, penguncian wilayah berlangsung selama 21 hari mendatang.
Sontak, ribuan warga India menyerbu toko bahan makanan dan kimia untuk membeli stok makanan beberapa jam kemudian. Toko-toko diserbu dan stok makanan pun habis.
Orang-orang di kota-kota utama Delhi, Mumbai, dan Bengaluru langsung bereaksi setelah pidato PM Modi di televisi nasional India selesai. “Tidak ada instruksi yang jelas. Polisi menyuruh kami untuk menutup toko,” kata pedagang grosir di Delhi yang dibanjiri oleh orang-orang yang ingin membeli persediaan makanan kering dan susu, Ram Agarwal.
Flipkart dari Walmart Inc telah menangguhkan layanan. Kondisi serupa pun terjadi pada layanan Amazon India yang mengantarkan bahan makanan yang menyatakan tidak akan tersedia barang mereka di beberapa kota.
Dilansir National Post, meskipun ada larangan keluar rumah, ratusan orang berbondong-bondong ke pasar di kota-kota besar India seperti Delhi, Kolkata, dan Mumbai.
Mereka terlihat berbaris secara dekat satu sama lain. Bahkan, ada yang berkerumun untuk memeriksa kualitas buah-buahan dan sayuran yang tersedia untuk dibeli dari pedagang.
Orang-orang juga banyak yang masih bersosialisasi di ruang publik dan berbagi tumpangan di mobil ataupun sepeda motor meskipun ada peringatan dari pejabat untuk mempraktikkan jarak sosial.
Akibatnya, polisi di beberapa negara bagian juga berbalik untuk membuat lingkaran menggunakan kapur di trotoar, terpisah masing-masing dua meter, dan memerintahkan orang untuk berdiri di dalamnya ketika menunggu dalam antrean.
Dalam satu video, seorang pejabat membuat seorang pria menggambar garis lingkaran dengan kapur.
Di jalan-jalan, ketika aparat bersiap menutup perbatasan, antrean panjang truk membawa susu, buah-buahan, dan sayuran terlihat jelas. Para sopir truk tampak panik meskipun Modi mengatakan layanan penting akan tetap beroperasi di seluruh negeri.
Pekerja di layanan pengiriman susu daring bernama Anthony Thomas mengaku biasanya mendistribusikan 150 liter susu dan bahan makanan di Delhi setiap pagi. Namun, pengumuman isolasi wilayah membuat mereka harus tinggal di rumah.
“Belum ada informasi tentang persediaan besok,” katanya.
Eksodus Ribuan Pekerja dan Keluarganya
Lockdown berarti tak ada pekerjaan dan penghasilan bagi pekerja di sektor formal maupun informal India. Hal ini yang mereka rasakan dan akhirnya menjadi kepanikan massal.
Sehari setelah PM Modi mengumumkan lockdown total selama 21 hari, ribuan orang melarikan diri dari New Delhi. Mereka adalah pekerja migran harian yang menggantungkan hidup sehari-harinya dari penghasilan hariannya.
Proyek-proyek konstruksi, layanan taksi, tata graha, dan pekerjaan sektor informal lainnya terhenti sejak pengumuman lockdown PM Modi. Pertokoan juga tutup. Sang pemilik pertokoan itu memilih memulangkan pegawainya.
Ribuan pekerja migran ini berniat meninggalkan New Delhi untuk kembali ke kampung halaman mereka. Mereka pun mendatangi terminal-terminal di ibu kota India itu.
Terminal pun penuh sesak. Pekerja yang merasa akan mati karena tidak “mendapat uang” bukan karena ancaman virus corona itu akhirnya mengambil sikap tegas: pulang kampung.
Namun, bus-bus untuk membawa pekerja dan keluarganya ini tidak bisa beroperasi. Armada bus pun kalaupun ada yang berani berangkat tidak memadai alias tidak cukup untuk mengangkut ribuan orang ini.
Ram Bhajan Nisar, seorang pelukis, bersama istri dan dua anaknya–berusia lima dan enam–menjadi bagian dari kelompok 15 orang yang berjalan kaki dari New Delhi ke Gorakhpur. Daerah ini adalah sebuah desa di Negara Bagian Uttar Pradesh, di perbatasan dengan Nepal, sekitar 650 km jauhnya.
“Bagaimana kita bisa makan jika kita tidak menghasilkan uang?” kata Nisar bertanya-tanya.
Ia mengatakan, keluarganya memiliki kemampuan untuk bertahan hidup selama 3-4 hari. Namun, Nisar menegaskan, tidak untuk 21 hari.
Dari sana mereka berjalan dan menumpang troli traktor pertanian. Rasa lapar mereka sementara berkurang oleh makanan di kuil Sikh dan pemberian dari orang-orang Samaria.
Mereka berencana menunggu di sebuah halte bus. Jika tidak ada bus yang berhenti, kata Nisar, kelompok itu akan terus berjalan atau menumpang sampai tiba di desa mereka.
“Banyak pekerja migran merasa mereka tidak punya pilihan selain berjalan pulang. Mereka berjalan di sepanjang jalan raya, di sepanjang rel kereta tanpa akses ke makanan, tidak ada akses sanitasi,” kata Elizabeth Puranam dari Al Jazeera, yang melaporkan dari New Delhi.
Pemerintah Diminta Bertindak
Pihak berwenang mengirim armada bus ke pinggiran New Delhi pada Sabtu untuk mengangkut eksodus pekerja migran ini.
Pejabat Negara Bagian Delhi Arvind Kejriwal mengatakan di Twitter bahwa pemerintah Uttar Pradesh dan Delhi telah mengatur bus untuk pekerja di jalan-jalan.
“Saya masih mengimbau semua orang untuk tetap di tempat mereka sekarang,” katanya. “Kami telah mengatur untuk tinggal, makan, minum, semuanya di Delhi. Harap tetap di rumah Anda. Jangan pergi ke desa Anda. Jika tidak, tujuan dari kuncian akan berakhir.”
Puranam mengatakan, tempat penampungan tunawisma Delhi dipenuhi orang. Pemerintah negara bagian telah memutuskan untuk mengubah sekolah umum menjadi tempat penampungan mulai Ahad (29/3).
Pemerintah Uttar Pradesh, yang berbatasan dengan New Delhi, mengirim armada bus umum dan pribadi dengan kapasitas 52 ribu orang ke jalan layang di perbatasan Delhi. “Di sana ribuan orang terlunta-lunta,” kata juru bicara pemerintah negara bagian Awanish Awasthi.
Ketika kerumunan memanjang di pos pemeriksaan perbatasan di seluruh India, pemerintah daerah diminta mendirikan tenda dan memberikan makan.
Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Selain kelelahan, ribuan pekerja migran dan keluarganya ini pun mengalami kelaparan cukup serius.
PM Modi menjelaskan, langkah ekstrem diperlukan untuk menghentikan penyebaran virus corona di India. Apalagi, India telah mengonfirmasi lebih dari 900 kasus dan 20 kematian.
Tindakan Modi bertujuan untuk mengendalikan penyebaran virus di kota-kota kecil India setelah gelombang pertama virus corona terjadi di Delhi, Mumbai, dan kota-kota besar lainnya.
Kasus-kasus yang dilaporkan dari bagian terpencil negara bagian barat Maharashtra telah memicu kekhawatiran tentang kemampuan sistem kesehatan masyarakat yang sangat kurang.
India hanya memiliki 0,5 tempat tidur rumah sakit untuk setiap 1.000 orang, dibandingkan dengan 4,3 di Cina dan 3,2 di Italia. Kondisi itu membuat India melakukan langkah pencegahan dengan penutupan 36 negara bagian.
Kementerian Keuangan India mengumumkan paket stimulus ekonomi 1,7 triliun rupee (atau sekitar 22 miliar dolar AS). Paket ini akan mencakup pemberian makanan pokok dan obat-obatan serta bantuan lainnya untuk rakyat India.
Tindakan Polisi India
Pihak kepolisian India pun bersiap siaga agar orang-orang tetap berada di rumah dan mengimbau betapa pentingnya jaga jarak sosial. Beberapa hukuman diterapkan oleh polisi India bagi mereka yang tidak menaati aturan untuk tetap di rumah.
Video-video beredar luas di media sosial saat petugas kepolisian memberikan sanksi hukuman bagi orang yang melanggar aturan untuk tetap di rumah.
Polisi memerintahkan warga yang melanggar untuk melakukan squat, sit-up, maupun push-up. Dalam beberapa situasi bahkan polisi mencambuk mereka yang melanggar batasan.
“Ketika Anda keluar saat lockdown, polisi India menyerukan ‘tetap di rumah, tetap aman’,” ujar salah satu pengguna Twitter disertai tautan video yang menunjukkan seorang petugas polisi secara verbal berhadapan dengan satu orang yang mengabaikan aturan lockdown sebelum memukulnya dengan tongkat.
Langkah petugas kepolisian India telah menarik pujian maupun kritik dari publik. Banyak yang memuji polisi karena merancang cara-cara kreatif untuk menghukum mereka yang keluar meskipun ada batasan.
Namun, yang lain mengutuk mereka karena menggunakan cara kasar terhadap penduduk. Tak sedikit yang menyebut tindakan mereka sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang nyata.
Langkah lockdown Modi juga telah menerima kritik publik. Sebab, banyak yang bertanya bagaimana mereka yang tinggal di daerah kumuh dan daerah berpenghasilan rendah lainnya akan mampu menyediakan diri sendiri dan keluarga mereka selama lockdown.
Pengguna media sosial juga berkomentar tentang ketidakadilan polisi dengan kekerasan menghukum orang-orang yang meninggalkan rumah mereka untuk pasokan persediaan selama isolasi wilayah.
(MK/Int)
Komentar