oleh

Darurat Corona hingga Ramadhan, MUI Minta Umat Islam Jalankan Fatwa 14/20

banner 468x60

Jakarta, monitorkeadilan.com — Pemerintah telah memperpanjang status darurat nasional virus corona sampai 29 Mei 2020. Sementara pada April-Mei, umat Islam akan menjalani puasa Ramadan dan merayakan Idul Fitri 1441 Hijriyah.

Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai, penambahan status darurat corona guna melindungi masyarakat dari ancaman penyebaran virus corona yang kini telah ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO.

banner 336x280

“Pemerintah punya hak untuk memperpanjang dan atau memperpendek masa darurat corona. Tujuannya tentu adalah untuk melindungi dan untuk memberikan yang terbaik bagi rakyat,” kata Anwar kepada Okezone, Rabu (18/3/2020).

Meski demikian, Anwar meminta pemerintah membuka diri agar masyarakat juga dapat berperan untuk mengevaluasi keadaan darurat tersebut.

“Dan sebaiknya pemerintah membuka diri kepada elemen masyarakat untuk ikut mengevaluasi dan menilai keadaan darurat tersebut. Ini penting agar kita secara bersama-sama bisa berbuat dan menciptakan yang terbaik bagi semua,” jelasnya.

Anwar menambahkan, MUI mengimbau agar persoalan ibadah umat Islam yang akan dilaksanakan saat Ramadan bisa mengikuti fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situsasi Terjadi Wabah Covid-19.

“Kalau menyangkut masalah ibadah sudah ada tuntunannya dalam fatwa. Jika memang situasinya dimana potensi penularannya tinggi tentu usaha dan upaya pencegahan juga harus dilakukan dengan cara yang superketat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan,” ujarnya.

Adapun Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situsasi Terjadi Wabah Covid-19 adalah:

Ketentuan Hukum

1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

2. Orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan Salat Dzuhur di tempat kediaman, karena Salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.

Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah salat lima waktu/ rawatib, Salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.

3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia boleh meninggalkan Salat Jumat dan menggantikannya dengan Salat Dzuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah salat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.

b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.

4. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan Salat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan Salat Dzuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jamaah salat lima waktu/ rawatib, Salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.

5. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan Salat Jumat.

6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.

7. Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.

8. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap salat fardhu, memperbanyak salawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19.

9. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.

Rekomendasi

1. Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan import barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency.

2. Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar Covid-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.

3. Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran Covid-19 dan orang yang terpapar Covid-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sembuh.

(MK/Hukum)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *