Jakarta, monitorkeadilan.com — Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) kembali mendapat sorotan dunia setelah ia diduga mendalangi penangkapan tiga anggota kerajaan Saudi. Sejumlah pihak pun melihatnya sebagai bentuk penegakan hegemoni putra mahkota.
Ketiga keluarga kerajaan yang ditangkap itu adalah Pangeran Ahmed bin Abdulaziz al Saud, Pangeran Mohammed bin Nayef, serta Pangeran Nawaf bin Nayef. Mereka ditangkap dengan tuduhan merencanakan kudeta terhadap Raja Salman.
Namun, sebuah sumber di pemerintahan Saudi dan pemerintahan negara Barat menyebut mereka dituduh merencanakan kudeta untuk menggulingkan putra mahkota.
“Dengan ‘pembersihan’ ini, tidak ada saingan yang tersisa untuk menghentikan suksesi putra mahkota,” kata sumber di pemerintahan negara Barat itu, kepada AFP.
Selain itu, penahanan itu menggiring spekulasi tentang kesehatan Raja Saman (84) dan suksesi MBS yang tak lama lagi. Namun, sumber yang dekat dengan kepemimpinan Saudi mengatakan kepada AFP bahwa “raja sehat dan baik-baik saja”. Dan, kata dia, penahanan itu dimaksudkan untuk menegakkan “disiplin” dalam keluarga kerajaan.
Namun, ia tak menjelaskan soal lokasi penahanan ketiganya dan perilaku negatif yang dimaksud.
Penindasan
Keterangan dari sumber-sumber ini sejalan dengan sejumlah spekulasi yang menyatakan penangkapan para pangeran itu merupakan akal-akalan MBS untuk memuluskan langkahnya menjadi Raja Arab Saudi.
Sejak diangkat sebagai putra mahkota pada 2016, MBS terus menunjukkan hasrat memperkuat pengaruhnya dalam urusan pemerintah.
MBS ditunjuk langsung oleh Raja Salman untuk bertanggung jawab mengurus pemerintahan Kerajaan Saudi. Dia pula yang memulai reformasi di Arab Saudi.
Ia menjanjikan Arab Saudi yang lebih moderat ketika berusaha menarik investor internasional untuk mendukung visi besarnya mengubah ekonomi negara dari yang sebelumnya sangat bergantung pada minyak.
Dalam sebuah wawancara pada 2017, sang putra mahkota mengaku bermimpi untuk mewujudkan “satu negara Islam moderat yang toleran pada seluruh agama dan pada dunia”.
Langkah lain MBS dalam reformasi di Saudi juga dengan cara membersihkan para ulama yang sejak lama mendominasi kehidupan di negara Teluk itu.
Ia juga mengendurkan sejumlah aturan. Misalnya, aturan yang dianggap membatasi gerak perempuan untuk beraktivitas lewat undang-undang perwalian.
Selain itu, Pangeran Mohammed bersama komite anti-korupsi Saudi menangkap belasan pangeran dan puluhan menteri yang diduga terlibat korupsi.
Ia sempat memerintahkan penangkapan terhadap 11 pangeran yang memprotes penghematan negara pada 2018. Mereka sebelumnya mengadakan pertemuan untuk menuntut pembatalan dekrit kerajaan soal penundaan tagihan listrik dan air di keluarga kerajaan yang ditanggung uang negara
Reformasi yang digaungkan MBS sempat mendapat pujian dari negara-negara barat. Di sisi lain, tidak sedikit pihak yang menganggap langkahnya mengatasi para pembangkang ini sebagai bentuk penindasan.
Kontroversi lain yang meliputi MBS ialah kasus pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi. Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) sempat menyimpulkan bahwa Mohammed bin Salman memerintahkan pembunuhan wartawan pengkritik rezim Raja Salman itu.
Saat itu, pihak kerajaan membantah keterlibatan MBS. Namun, pemerintah kerajaan telah memecat dua pembantu dekat MBS, yakni wakil kepala intelijen Ahmad al-Assiri dan penasihat media kerajaan Saud al-Qahtarni yang dijadikan tersangka dalam kasus ini.
“Ini adalah langkah lebih lanjut untuk menopang kekuatannya dan merupakan pesan kepada siapa pun, termasuk kalangan bangsawan, untuk tidak menentangnya,” imbuh dia.
Terpisah, Madawi al-Rasheed, seorang akademisi Saudi yang berbasis di London, menyebut kasus ketiga pangeran itu menunjukkan ada ketidakpuasan terhadap kebijakan MBS.
“Penangkapan beberapa pangeran senior ini mencerminkan ketidakpuasan yang tumbuh dengan ‘Putra Raja’ atas hegemoninya yang tercela dan tak menentu dalam hal kebijakan sosial, ekonomi, luar negeri, dan agama,” kata dia.
Komentar