Jakarta, monitorkeadilan.com — Tidak ada tawar-menawar soal kedaulatan wilayah. Itu tegas dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo, Senin (6/1) siang.
“Tidak ada yang namanya tawar-menawar mengenai kedaulatan, mengenai teritorial negara kita,” kata Presiden saat memberikan pengantar pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara.
Ucapan Presiden sekaligus menggambarkan sikap kepala negara atas pelanggaran kapal China yang memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna, Kepulauan Riau, akhir tahun 2019.
Video yang menggambarkan pelanggaran itu pun telah beredar luas di berbagai media sosial.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi telah menyampaikan 4 (empat) sikap Pemerintah RI terkait pelanggaraan di perairan Natuna itu.
Pertama, memang benar telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal China di wilayah ZEE Indonesia.
Kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982.
Ketiga, China merupakan salah satu partisipan dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi China untuk menghormati implementasi UNCLOS 1982.
Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line atau klaim sepihak yang dilakukan oleh China yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional terutama UNCLOS 1982.
“Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line atau klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional terutama UNCLOS 1982,” kata Menlu usai mengikuti rapat koordinasi di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/1) siang.
Terkait pelanggaran oleh kapal China itu, rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD memutuskan akan melakukan intensifikasi patroli di wilayah tersebut, dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang memang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di perairan Natuna.
Sebelumnya terkait dengan pelanggaran oleh kapal China di perairan Natuna itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah memanggil Dubes RRC di Jakarta, dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan dalam kesempatan itu.
Komentar