oleh

Soleman, Sang Guru di Pedalaman Papua : 9 Tahun Mengajar Sendiri 6 Kelas

banner 468x60

Wamena, monitorkeadilan.com — Ketika mengajar adalah panggilan hati, maka tidak ada lagi alasan untuk tidak mengajar. Itulah satu kalimat yang dapat mewakili apa yang dilakukan oleh seorang guru luar biasa bernama Epanggis Soleman Hesegem.

Epanggis Soleman Hesegem (42) sudah mengajar di SD Inpres Wamerek yang berada di pedalaman Papua sejak tahun 2011. Ia menjadi satu-satunya guru di sini mengajar 6 kelas sekaligus.

banner 336x280

SD Inpres Wamerek terletak di Desa Tangma, Kabupaten Yahukimo yang merupakan salah satu daerah pedalaman Papua. Dari pusat kota Wamena, Desa ini dapat ditembus dengan mobil offroad selama 3 jam perjalanan mendaki gunung lewati lembah.

Usai lulus kuliah jurusan PGSD dan Teologi di salah satu universitas di Wamena, Soleman kembali ke kampung halamannya untuk mengajar. Selama 9 tahun itulah ia mengajar sendirian di sekolah itu.

“Iya saya ngajar sendirian, ada kepala sekolah, dia hanya datang pas ujian,” ujar Soleman.

Kata Soleman, mereka yang mengajar di sekolah-sekolah di Desa Tangma bekerja dengan hati. Pasalnya Kepala Sekolah dan beberapa guru yang sudah memiliki SK PNS tidak mau mengajar lagi dan memilih tinggal di kota.

“Tolong disampaikan ke Menteri, kami ingin bangun 4 kelas, termasuk buat pintunya, jadi total 6 pintu lengkap dengan kantor dan wc juga,” ucapnya.

Soleman memiliki 6 anak yang harus dia tanggung (1 anak sudah menikah) dan beberapa sedang sekolah hingga kuliah. Selain sebagai guru, ia juga mengatakan sering mengisi khotbah di gereja.

“Kalau ditanya gaji cukup enggak, ya ga cukup. Kita bekerja dengan hati,” ucapnya.

SD Inpres Wamerek memiliki empat ruangan yang dibagi menjadi 3 ruangan untuk kelas 1-6 SD dan satunya untuk kantor. Dinding masih terbuat dari kayu yang dibangun oleh warga setempat.

SD Inpres Wamerek merupakan satu di antara tiga sekolah di Desa Tangma yang sulit mendapat akses pendidikan maupun pembangunan. Pasalnya, menurut pengakuannya, dinas pendidikan atau pemerintah tidak pernah berkunjung sama sekali ke desa ini meski sekolah-sekolah yang ada sudah puluhan tahun berdiri.

Terlebih, sulitnya akses ini membuat sekolah-sekolah ketinggalan informasi. Misalnya di SD Inpres Wamerek, para siswa masih mendapat buku kurikulum terbitan tahun 2011.

(MK/Pendidikan)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *