Jakarta, monitorkeadilan.com — Wacana yang diungkap Mendagri Tito Karnavian untuk mengevaluasi pilkada langsung karena menyedot biaya tinggi dan berpotensi memicu korupsi mendapat respon sengit.
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengingatkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bahwa kepala daerah tak lagi dipilih DPRD untuk menghindari praktik korupsi dalam proses pemilihan.
Hadar menilai wacana mengembalikan pilkada tidak langsung adalah langkah mundur reformasi. Sebab pilkada langsung dibuat untuk menciptakan pemilihan yang akuntabel.
“Jangan lupa, salah satu faktor kenapa kita sepakat pindah ke pemilihan langsung karena permainan uang di DPRD. Kita mau kembali ke sana?” kata Hadar, Jumat (8/11).
Pendiri lembaga NetGrit itu mengaku ia sepakat jika proses pilkada dievaluasi. Namun, kata Hadar, bukan evaluasi yang merembet untuk mengubah sistem pemilihan langsung.
Hadar berkata pemilihan tidak langsung akan membuat kepala daerah lebih loyal ke kalangan partai. Sehingga, membuat mereka tak akuntabel kepada masyarakat yang dipimpin.
“Dengan sistem pemilihan di DPRD kepala daerah kembali setiap tahun akan ‘ditagih’ oleh parpol-parpol di DPRD,” tutur Komisioner KPU pada periode 2012-2017.
Hal yang Sepatutnya Dibenahi Tito
Hadar mengatakan tak ada kaitan sistem pilkada langsung dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat kepala daerah. Oleh karena itu, Hadar menyarankan Tito sebagai mendagri agar fokus pada dua faktor yang menyebabkan kepala daerah terlibat tindak pidana korupsi.
Pertama, Tito diminta membenahi lemah pencegahan dan penegakan hukum yang masih lemah terkait pengelolaan anggaran daerah. Kedua, Hadar menyarankan Tito mengevaluasi proses penjaringan kepala daerah oleh partai politil agar lebih demokratis, transparan, dan partisipatif.
“Masalah banyak kepala daerah kena OTT itu karena memang kepala daerah yang berasal dari calon yang bermasalah. Para calon berasal atau diusulkan dari parpol atau gabungan parpol. Proses asal ini yang bermasalah,” ucap Hadar.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengatakan pihaknya akan mengevaluasi pemilu langsung. Tito menilai pemilu langsung menimbulkan biaya tinggi dan memicu potensi korupsi kepala daerah.
Di depan Komisi II DPR RI, Mantan Kapolri itu berkata setiap kepala daerah butuh sekitar Rp30 miliar untuk maju pilkada. Sementara total gaji yang diterima selama lima tahun hanya Rp12 miliar.
“Kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun? Banyak manfaatnya partisipan demokrasi meningkat. Tapi juga kita lihat mudaratnya ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia,” Tito menyampaikan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).
(MK/Politik)
Komentar