oleh

Yan Christian W. SH Pertanyakan Laporan Intelijen ke Mendagri Soal Pemekaran Papua

banner 468x60

Manokwari, monitorkeadilan.com — Rencana pemekaran dua provinsi di pulau Papua ternyata tidak benar-benar berjalan mulus sebagaimana yang dibayangkan publik sebelumnya.

Setelah Majelis Rakyat Papua menentang secara terang-terangan rencana pemekaran karena dianggap tidak akan menjadi solusi terbaik untuk rakyat papua, kini elemen masyarakat papua lain “menyerang” narasi pemerintah pusat, tepatnya mempertanyakan keterangan Presiden Jokowi dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

banner 336x280

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, sayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Dalam Negeri tentang rencana pemekaran propinsi di Tanah Papua belum lama ini.

Presiden hanya meneruskan ‘keinginan’ masyarakat adat kawasan Pegunungan Tengah. Yaitu mengenai rencana implementasi amanat UU RI No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Di sisi lain, pernyataan Mendagri Tito tentang rencana pemerintah melakukan pemekaran wilayah di Tanah Papua berdasarkan laporan intelijen. Ini sangat merendahkan hak asasi rakyat Papua (Orang Asli Papua).

Kendati demikian, karena di dalam amanat pasal 76 UU RI No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, telah dijelaskan tentang mekanisme dan prosedur pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi. Dimana itu dilaksanakan dengan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua.

Persetujuan mana diberikan oleh MRP dan DPR setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang. Dengan demikian maka pernyataan Mendagri Tito justru bersifat melawan hukum serta memalukan.

Menjadi pertanyaan bagi dirinya, apa rekomendasi dari intelijen tersebut dan bagaimana mungkin antara Presiden dan Mendagri berbeda sikapnya dan pandangannya dalam menilai rencana pemekaran provinsi di Tanah Papua tersebut.

Di Tanah Papua sudah berlaku UU No. 21 Tahun 2001 yang merupakan aturan hukum mengenai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional di Tanah Papua. Sehingga sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang baik, seharusnya Presiden melalui pembantunya seperti Mendagri dapat mendengar aspirasi apapun dari siapapun. Termasuk dari rakyat Papua.

Tetapi dalam mensikapinya, sebaiknya Presiden menyerahkan kembali kepada Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat beserta Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua dan Papua Barat.

Agar aspirasi pemekaran tersebut dikaji dan ditetapkan melalui mekanisme hukum dan politik versi pasal 76 UU RI No.21 Tahun 2001 tersebut. Sehingga akan diperoleh hasil apakah sudah layak dan sesuai kebutuhan mayoritas rakyat Papua atau kah lebih bersifat sebagai kepentingan politik semata.

(MK/Hukum)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan