Jakarta, monitorkeadilan.com — Sangsi ekonomi terhadap Korea Utara dari Amerika Serikat dan sekutunya ternyata memaksa pemerintah komunis Korea Utara untuk mengambil berbagai tindakan ilegal agar mereka dapat bertahan.
Setelah diisukan Korut mencetak dollar AS palsu, kini Korut didakwa berada di balik kegiatan hacker pencuri yang melibatkan jumlah fantastis. Semua digunakan untuk membiayai pemerintahan Korea Utara.
Departemen Keuangan AS memberikan sanksi pada tiga kelompok peretasan yang disponsori pemerintah Korea Utara, Jumat (13/9). Ketiga kelompik ini dikabarkan menjadi dalang aksi pencurian siber yang diperkirakan mencapai ratusan juta dolar.
Tiga kelompok yang terkena sanksi itu dijuluki Grup Lazarus, Bluenoroff dan Andariel. Mereka diduga menjadi pelaku pencurian dari lembaga keuangan dan pertukaran mata uang kripto. Mereka juga menjadi aktor peretasan menggunakan malware WannaCry 2018 yang melumpuhkan Layanan Kesehatan Nasional Inggris.
Ketiganya terkait dengan Biro Umum Pengintaian, biro intelijen utama Pyongyang. Mereka juga ada di balik sejumlah malware dan aksi upaya pencurian miliaran dolar secara online. Dana ini disebutkan Departemen Keuangan AS digunakan untuk mendanai pemerintah Korea Utara.
“(Kami) mengambil tindakan terhadap kelompok peretasan Korea Utara yang telah melakukan serangan dunia maya untuk mendukung program senjata dan rudal terlarang,” kata Sigal Mandelker, Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Kecerdasan Finansial, seperti dikutip AFP.
“Kami akan terus menegakkan sanksi AS dan PBB terhadap Korea Utara. (Kami juga akan) bekerja dengan komunitas internasional untuk meningkatkan keamanan siber jaringan keuangan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Dibuat pada 2007, aksi kelompok Lazarus telah dikenal selama bertahun-tahun. Mereka berada di balik peretasan berbahaya Sony Pictures pada 2014, serta ransomware WannaCry yang menyebar ke setidaknya ke 150 negara pada 2017, termasuk Indonesia.
Sementara Bluenoroff khusus dibuat untuk mendanai pemerintah Korea Utara, jelas Departemen Keuangan.
Kelompok ini membajak sistem transfer perbankan global, SWIFT. Pada 2018, kelompok ini berupaya untuk melakukan pencurian online sebesar $ 1,1 miliar dari lembaga keuangan.
Bersama dengan Lazarus, keduanya sempat berhasil membobol US$ 80 juta dari bank sentral Bangladesh.
Di sisi lain, Andariel punya spesialisasi dalam menargetkan bisnis, lembaga pemerintah, dan individu. Kelompok ini piawai dalam mencuri informasi kartu bank dan meretas ke dalam ATM. Mereka juga mencuri informasi pelanggan bank untuk dijual di pasar gelap.
Departemen Keuangan mengatakan Andariel menciptakan malware unik untuk meretas situs perjudian dan poker online.
Mengutip sumber dari salah satu akun online, Departemen Keuangan menyebut ketiganya diduga melakukan pencurian cryptocurrency dengan total nlai US$ 571 juta (Rp7,9 triliun) dari lima bursa crypto di Asia pada 2017 dan 2018.
Sanksi yang dikenakan Departemen Keuangan ini bertujuan untuk mengunci siapa pun yang terlibat dengan kelompok-kelompok hacker ini. Mereka yang terlibat akan didepak keluar dari sistem keuangan global. Sanksi ini juga akan membekukan aset mereka yang ada di wilayah hukum AS.
Pada September 2018, FBI mendakwa seorang warga Korea Utara, Park Jin Hyok. Ia diduga merupakan anggota kelompok Lazarus dan terlibat dalam konspirasi untuk beberapa serangan cyber. Ia juga diduga ikut terlibat dalam serangan Sony Pictures dan pencurian dari Bank Sentral Bangladesh.
(MK/Tekno)
Komentar