Jakarta, monitirkeadilan.com — Demonstrasi Hong Kong semakin tidak terkendali, bahkan sudah menjadi gerakan pembebasan agar Hong Kong melepaskan diri dari China.
China mengancam akan mengambil tindakan keras atas para demonstran yang memicu kericuhan di Hong Kong selama dua bulan belakangan. China pun memperingati para demonstran agar tidak “bermain api.”
“Kami ingin menegaskan kepada kelompok kecil yang amoral dan para pelaku kekerasan dan pasukan kotor di belakangnya bahwa mereka yang bermain api akan binasa karenanya,” ujar juru bicara Kantor Kabinet China untuk Urusan Hong Kong dan Macau, Yang Guang, seperti dilansir AP.
Melanjutkan pernyataannya, Yang berkata, “Jangan pernah salah menilai situasi dan salah mengartikan sikap kami untuk menahan diri sebagai kelemahan.”
Yang tidak menjabarkan lebih lanjut tindakan keras yang akan diambil oleh China. Namun, ia memastikan bahwa China tak akan main-main.
“Untuk hukumannya, hanya tinggal tunggu waktu,” katanya.
Selama ini, China memang belum mengambil tindakan, hanya retorika keras untuk meredam demonstrasi di Hong Kong.
Namun kini, mulai tersebar sejumlah spekulasi yang menyebutkan bahwa pemerintah China akan mengerahkan militer untuk memecah massa.
Spekulasi ini mencuat setelah sejumlah pejabat China membahas satu pasal dalam undang-undang Hong Kong.
Regulasi itu memungkinkan tentara China yang sudah disiagakan di Hong Kong untuk membantu “menertibkan publik” atas permintaan pemerintah setempat.
Tentara China di Hong Kong sendiri sudah merilis video yang merekam latihan operasi peredaman massa. Sebagian demonstran dalam latihan itu terlihat memakai masker dan helm pekerja konstruksi, layaknya yang dikenakan para pengunjuk rasa Hong Kong.
Hong Kong saat ini terus terperosok ke dalam krisis politik terburuk akibat demonstrasi yang memanas sejak awal Juni lalu.
Awalnya, para demonstran menuntut pemerintah membatalkan pembahasan rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan tersangka satu kasus diadili di negara lain, termasuk China.
Para demonstran tak terima karena menganggap sistem peradilan di China kerap kali bias, terutama jika berkaitan dengan Hong Kong sebagai wilayah otonom yang masih dianggap bagian dari daerah kedaulatan Beijing.
Berawal dari penolakan rancangan undang-undang ekstradisi, demonstrasi itu pun berkembang dengan tuntutan untuk membebaskan diri dari China.
(MK/Int)
Komentar