Bali, monitorkeadilan.com — Keberhasilan masyarakat Jakarta dalam menghentikan mega proyek reklamasi tampaknya menginspirasi mayarakat Bali.
Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBali) menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo terkait desakan penghentian mega proyek di kawasan rawan bencana Bali Selatan.
Dalam surat terbuka itu, ForBali mengutip pernyataan Jokowi yang pernah menyampaikan tentang larangan membangun bandara, bendungan, maupun perumahan di daerah rawan gempa.
Atas dasar pernyataan tersebut, ForBali mengingatkan bahwa Bali termasuk kawasan rawan gempa dan tsunami. Dari catatan BNPB, terdapat 19 desa/kelurahan di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta, dan Denpasar Selatan yang masuk dalam kelas bahaya tinggi tsunami. Selain berpotensi gempa bumi dan tsunami, perairan Teluk Benoa dan sekitarnya juga rawan likuifaksi.
“Dari analisis potensi bahaya likuefaksi dan penurunan di daerah ini menunjukkan hampir semua titik pengujian mengindikasikan terjadinya likuefaksi berdasarkan skenario gempa dengan magnitudo 7,2 SR,” seperti dikutip dari pernyataan dalam surat terbuka, Jumat (2/8).
Sementara di Bali saat ini, menurut ForBali sudah dipenuhi oleh proyek infrastruktur. Salah satunya proyek reklamasi Teluk Benoa.
Dalam suratnya, ForBali menyatakan bahwa keberadaan proyek tersebut tak lepas dari berlakunya Perpres 51/2014 yang diterbitkan Presiden RI ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono. Perpres itu mengakomodasi rencana reklamasi tersebut yang kewenangannya berada di tangan presiden dan penerbitan izinnya di tangan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Padahal, menurut ForBali, Teluk Benoa berada di kawasan rawan gempa bumi dan tsunami yang terletak di antara Denpasar Selatan, Kuta, dan Kuta Selatan yang termasuk kawasan kelas bahaya tinggi tsunami.
“Maka sudah seharusnya rencana reklamasi Teluk Benoa dihentikan dengan mencabut izin lokasi reklamasi serta membatalkan Perpres 51/2014 dan mengembalikan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi,” katanya.
Selain reklamasi Teluk Benoa, ForBali juga menyoroti reklamasi Bandara Ngurah Rai. Pasalnya, area bandara juga masuk dalam kawasan dengan kelas bahaya tinggi rawan gempa dan tsunami.
Rencana pengembangan bandara dengan cara reklamasi ini dinilai sangat kontradiktif dengan pernyataan Jokowi yang melarang pembangunan bandara, bendungan, maupun perumahan di daerah rawan gempa.
“Untuk memperluas bandara, pihak pengelola harus lebih dulu mendapatkan RIB dari menteri perhubungan. Maka sudah sepatutnya Presiden Jokowi memerintahkan ke Kemenhub atau kementerian terkait untuk tidak memberi izin perluasan bandara Ngurah Rai,” ucapnya.
Dalam suratnya, ForBali juga mengkritik rencana reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa. Proyek reklamasi ini digarap oleh Pelindo III Cabang Benoa berdasarkan izin dari Menteri Perhubungan. Sama seperti proyek reklamasi lainnya, proyek di Pelabuhan Benoa ini juga berbahaya karena berada di kawasan rawan gempa bumi dan tsunami.
“Kami minta Presiden Jokowi mencabut Rencana Induk Pelabuhan untuk perluasan dengan reklamasi dan menhentikan kegiatan reklamasi yang sedang berlangsung,” tuturnya.
ForBali juga meminta Jokowi tak menerbitkan izin lokasi maupun pelaksanaan reklamasi pembangunan sport tourism di Tanjung Benoa yang berlokasi di Kabupaten Badung, Bali.
“Demikian surat terbuka ini kami sampaikan untuk segera mendapat respons dari Presiden Jokowi,” tutup pernyataan surat tersebut.
Surat terbuka ini ditulis atas nama ForBali dengan koordinator I Wayan Suardana.
(MK/Nasional)
Komentar