Jakarta, monitorkeadilan.com — Pro dan kontra seputar potensi bahaya yang dihadirkan oleh penggunaan FaceApp semakin memanas. Banyak negara pun mengambil sikap untuk melakukan penyelidikan terhadap FaceApp. Bahkan negara seperti Mesir sudah menyatakan FaceApp haram bagi warga negaranya.
Aplikasi FaceApp yang bisa mengubah wajah pengguna menjadi lebih tua sempat ramai digunakan oleh banyak kalangan, tak terkecuali para pesohor dunia.
Di balik ketenarannya, aplikasi buatan pengembang Rusia tersebut dikhawatirkan menyalahgunakan data pribadi penggunanya. Polandia dan Lithuania dikabarkan tengah melakukan penyelidikan terhadap potensi ancaman keamanan FaceApp.
Pengamat keamanan siber dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menanggapi kisruh di balik kekhawatiran penyalahgunaan data pribadi pengguna. Heru merekomendasikan pengguna agar lebih jeli sebelum memasang (install) suatu aplikasi dalam ponsel.
Pasalnya, Heru menilai hampir semua aplikasi, bahkan gadget sekalipun bisa memantau perilaku dan mengumpulkan data pengguna.
“Ya kalau dilihat saat ini, hampir semua aplikasi atau bahkan gadget memonitor perilaku dan mengambil data pengguna. Saran, sebelum instal perhatikan data apa saja yang akan diambil dan dimonitor dari ponsel kita, kalau keberatan jangan diinstal,” jelasnya, Jumat (19/7).
Lebih lanjut, dia sempat mencontohkan kasus Cambridge Analytica yang menimpa Facebook. Konsultan politik itu mencuri jutaan data pribadi pengguna saat pemilihan presiden Amerika tahun 2016.
Selain itu Heru mengatakan saat ini aplikasi yang beredar akan meminta akses ke kamera, lokasi maupun kontak.
“Misal Facebook mengambil semua data kita, memproses dan bahkan pernah menjualnya ke Cambridge Analytica. Aplikasi lain juga ketika akan instal meminta akses ke kamera, GPS (global positioning system), kontak dan lainnya jadi kalau mau bersih dari monitor ya jangan gunakan aplikasi atau gadget termasuk FaceApp,” ucapnya.
Menurutnya data pribadi merupakan data individu yang benar, dapat diidentifikasi yang kemudian disimpan, dirawat dan dilindungi kerahasiaannya.
Namun jika data pribadi itu disebar dan diakses secara sah oleh pihak lain, artinya data pribadi itu tidak harus dilindungi.
“Data pribadi jika disebar atau jika dapat diakses secara sah oleh orang lain bisa jadi bukan merupakan data pribadi yang harus dilindungi. Misal, tanggal lahir presiden, nama dan pekerjaan suami atau istri, pekerjaan artis serta alamatnya, nama anggota keluarga kita dan fotonya yang telah dibagikan di media sosial,” jelasnya.
Heru juga sempat menyinggung soal aturan Perlindungan Data Pribadi Permenkominfo No.20/2016, ia menilai meskipun aturan itu ada tetapi tidak dapat menjangkau semua penyedia platform aplikasi.
Jika aturan ini dijalankan dengan baik, penyalahgunaan kewenangan dari penyedia platform dalam menggunakan data pengguna dapat diminimalisir.
“Meski kita punya aturan Perlindungan Data Pribadi berdasar Permenkominfo No.20/2016, tapi kan tidak bisa menjangkau para penyedia platform atau produsen gadget. Padahal kalau aturan ini dijalankan menteri dan dirjennya dengan baik, abuse of power atau penyalahgunaan wewenang dari penyedia platform atau gadget dalam menggunakan data pengguna bisa dihentikan atau minimal dapat dikurangi,” ucapnya.
Data pribadi tidak untuk dibagikan kepada umum
Pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengatakan data pribadi merupakan informasi yang sifatnya pribadi. Untuk itu ia mengatakan tak semestinya data pribadi dibagikan kepada umum.
Menurut dia, data pribadi memiliki sejumlah kategori seperti informasi keluarga, saudara, anak, dan teman.
“Ada juga yang sifatnya confidential seperti ulang tahun, nama gadis orang tua, informasi rekening, informasi kartu kredit, rekening bank, dan NIK,” jelas Alfons.
Maka dari itu Alfons menyerukan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati sebelum memberikan akses data kepada penyedia aplikasi. Jika ragu, disarankan untuk tidak diinstal.
“Biasakan untuk selalu berhati-hati sebelum memberikan akses data atau informasi kita kepada aplikasi. Kalau ragu sebaiknya ditolak,” pungkasnya.
Selain Lithuania dan Polandia, FaceApp sempat memicu kekhawatiran di kalangan senat AS. Risiko keamanan dan privasi yang terhubung dengan aplikasi FaceApp disinyalir mengumpuklan data pribadi pengguna.
Sementara itu, CEO FaceApp Yaroslav Goncharov membantah tudingan jika pihaknya menyalahgunakan data pribadi pengguna. Goncharov kepada Washington Pos mengatakan pihak Rusia tidak memiliki akses ke data pengguna apa pun, FaceApp juga otomatis menghapus foto yang diunggah pengguna dalam kurun waktu 2×24 jam.
(MK/Tekno)
Komentar