oleh

Waktunya Borong Saham Bank Akibat Suku Bunga Acuan The Fed Turun

banner 468x60

Jakarta, monitorkeadilan.com — Waktunya beli saham bank. Penurunan suku bunga acuan The Fed bisa dibilang hampir di depan mata. Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell baru-baru ini kembali memberikan sinyal terkait potensi pemangkasan suku bunga acuan pada Juli 2019.

Pelaku pasar sebaiknya tak acuh, meskipun peluang penurunan suku bunga acuan The Fed sudah dibahas sejak beberapa bulan terakhir. Terlebih, pekan ini ada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia mengenai suku bunga acuan dalam negeri.

banner 336x280

Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mengatakan pernyataan pejabat Bank Indonesia (BI) akan mempengaruhi pergerakan saham bank. Jika BI ikut memberikan sinyal penurunan mengikuti langkah The Fed, maka harga saham bank berkapitalisasi besar akan melambung.

“Ini ditunggu pelaku pasar. BI tidak menurunkan suku bunga tapi kasih petunjuk ada penurunan suku bunga acuan dalam waktu dekat sudah cukup akan mendorong saham perbankan dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat,” ucap Valdy, Senin (15/7).

Ia menyarankan pelaku pasar untuk mengoleksi saham-saham bank pelat merah, seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI). Ketiganya dinilai masih murah daripada saham bank lainnya.

Price Earning Ratio (PER) nya masih murah jadi bisa dicermati. Kalau dibandingkan dengan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) valuasi sahamnya sudah lebih mahal,” terang Valdy.

Informasi saja, mahal atau murahnya saham bisa dilihat dari dua cara, yaitu price earning ratio (PER) dan price book value (PBV). Valdy menyebut PER saham sektor bank saat ini sekitar 14 kali-17 kali.

Mengutip RTI Infokom, mayoritas saham bank pelat merah memiliki PER di bawah rata-rata sektor bank yang mencapai 17 kali. Bila dirinci, PER saham BNI sebesar 10,53 kali dan Bank Mandiri 13,02 kali.

Sementara, PER saham BRI terbilang cukup tinggi ketimbang dua saham sebelumnya, yakni 17,02 kali. Walaupun begitu, tetap lebih murah jika dibandingkan dengan PER saham BCA yang kini sudah menyentuh angka 30,57 kali.

Dengan demikian, pelaku pasar yang memiliki modal tak seberapa masih memiliki kesempatan untuk membeli saham BRI, Bank Mandiri, dan BNI pekan ini. Kebetulan, saham-saham itu juga bergerak terbatas pada akhir pekan lalu.

Saham BNI terpantau melemah 0,54 persen ke level Rp9.200 per saham, BRI bergerak stagnan di level Rp4.510 per saham, dan Bank Mandiri menguat tipis 0,94 persen ke level Rp8.075 per saham.

“Saham-saham bank ini ada potensi kenaikan 1 persen (pekan ini),” kata Valdy.

Sementara itu, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai pelaku pasar belum tentu akan mendapatkan cuan yang besar dalam waktu jangka pendek dari saham bank. Sebab, The Fed dan BI belum benar-benar menurunkan suku bunga acuan.

“Saham perbankan bisa untuk jangka panjang, karena kan sejauh ini Te Fed sendiri belum melakukan secara pasti pemangkasan suku bunga,” tutur Nico.

Dengan kata lain, pelaku pasar yang menaruh harap terhadap saham perbankan harus lebih sabar sampai Bank Sentral AS dan Indonesia memangkas suku bunga acuan. Kalau pun ada kenaikan di saham-saham bank, secara persentase diprediksi masih kecil.

“Apabila The Fed memangkas tingkat suku bunga maka besar kemungkinan saham-saham tersebut (saham bank) akan naik,” jelas Nico.

Otomotif dan Properti Kena Imbas Positif

Selain saham bank, Nico menyarankan pelaku pasar mulai mengakumulasi atau membeli secara bertahap saham PT Astra International Tbk (ASII). Saham sektor otomotif itu akan terkena sentimen positif dari wacana penurunan suku bunga acuan.

“Otomotif kena dampaknya karena kan penurunan suku bunga acuan akan berpengaruh ke tingkat suku bunga kredit, seharusnya bisa ikut turun,” ucap Nico.

Penurunan suku bunga acuan akan mengerek penjualan mobil dan motor Astra International. Bila sudah begitu, efeknya akan positif terhadap kinerja keuangan perusahaan tersebut.

“Namun memang ini semua baru akan terasa apabila suku bunga BI sudah benar-benar turun,” jelasnya.

Seperti diketahui, penjualan mobil Astra International turun 5 persen menjadi 134 ribu unit pada kuartal I 2019. Hal ini membuat kontribusi laba bersih dari bisnis otomotif ke induk usaha menurun 10 persen dari Rp2,1 triliun menjadi Rp1,9 triliun.

Beruntung, laba bersih Astra International secara konsolidasi masih meningkat meski tipis sebesar 5 persen dari Rp4,98 triliun menjadi Rp5,21 triliun. Capaian itu sejalan dengan pendapatan perusahaan yang tumbuh 7 persen dari Rp55,82 triliun menjadi Rp59,6 triliun.

Di sisi lain, pelaku pasar juga bisa memetik keuntungan dari saham properti. Nasibnya hampir sama dengan sektor otomotif, di mana ada potensi peningkatan laba bersih jika BI menurunkan suku bunga acuan.

Valdy mengatakan pelaku pasar bisa mengambil posisi beli di saham PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).

“Orang kan sekarang masih ragu beli properti karena bunga masih tinggi, kalau bunga turun maka biaya untuk kredit properti bisa lebih murah,” kata Valdy.

Jika bunga kredit turun, minat masyarakat untuk membeli aset properti kembali menggeliat. Ujung-ujungnya, keuangan emiten sektor tersebut juga akan lebih ciamik dari sebelumnya.

Potensi kenaikan kinerja keuangan inilah yang bisa dimanfaatkan pelaku pasar untuk melakukan transaksi beli pada sejumlah saham properti. Setidaknya, hal tersebutbisa menjadi sentimen positif untuk pekan ini.

Namun, dari segi kinerja keuangan, Valdy menyebut dampaknya baru akan terasa tahun depan. Sebab, perbankan juga perlu waktu untuk menyesuaikan bunga kredit dengan perubahan kebijakan moneter BI.

“Lalu juga belum semua proyek properti sudah rampung, jadi perusahaan properti juga harus ikut menyesuaikan. Bisa saja penurunan suku bunga membuat perusahaan banyak mengeluarkan produk baru,” papar dia.

Informasi saja, saham emiten properti mayoritas bergerak di zona merah pada Jumat (12/7) kemarin. Saham Agung Podomoro Land terkoreksi 3,17 persen ke level Rp244 per saham dan Summarecon Agung 4,14 persen ke level Rp1.275 per saham.

Sementara itu, saham Ciputra Development lebih beruntung karena mampu menguat walau tipis sebesar 0,42 persen ke level Rp1.190 per saham. Valdy pun meramalkan saham-saham tersebut bisa meningkat minimal 1 persen pekan ini. (MK/Ekonomi)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *