oleh

Negosiasi Di Balik Layar Sebelum Pertemuan Prabowo-Jokowi

banner 468x60

Jakarta, monitorkeadilan.com — Tidak ada pertemuan politik yang terjadi tiba-tiba. Semua sudah dipersiapkan jauh sebelumnya. Ada tawar-menawar, ada bergaining position. Ini hanyalah sebuah panggung pertunjukan yang sudah ditata dan dirancang secara matang.

Tak ada makan siang gratis. Demikian pakar hukum tata negara, Refly Harun, memaknai pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto di Stasiun MRT Lebak Bulus, Sabtu (31/7).

banner 336x280

Pertemuan itu diwarnai momen Jokowi dan Prabowo bersalaman dan berpelukan. Namun, Refly menyebut pertemuan yang dilihat publik itu hanya ‘panggung depan’.

Dari panggung depan itu orang bisa memaknai pertemuan Jokowi dan Prabowo untuk menyelesaikan ‘pertarungan’ dua kubu berikut pendukungnya.

Sedangkan panggung belakangnya, menurut Refly, bisa digambarkan dengan istilah ‘no free lunch’ atau ‘tidak ada makan siang gratis’.

“Tidak ada makan siang yang gratis. Tentunya pertemuan kali ini akan diikuti dengan negosiasi,” ujar Refli, Sabtu (13/7).

Ia bahkan menyebut negosiasi di antara Jokowi dan Prabowo mungkin sudah terjadi sebelum pertemuan itu. Lalu setelah pertemuan, lanjut dia, akan dilakukan negosiasi-negosiasi lanjutan.

Ada banyak hal yang bisa dinegosiasikan. Dari hal-hal paling mendasar terkait kepentingan nasional, hingga mungkin hal-hal yang tak terkait dengan itu. Yang pasti, kata Refly, negosiasi di panggung belakang ini tidak akan bisa diketahui oleh masyarakat.

Refly menjelaskan negosiasi itu mungkin bisa dimaknai sebagai hal yang normal dalam proses rekonsiliasi kali ini.

Terlebih, kata dia, setelah bertarung cukup keras di Pilpres 2019 baik kontestan dan pendukungnya membutuhkan pemulihan secara moril maupun materiil.

Kubu Prabowo disebutnya paling membutuhkan pemulihan secara moril. Alasannya, karena tiga kali mengalami kekalahan dalam kontestasi Pilpres.

“Ini sangat menyakitkan,” ujar dia.

“Secara moril mereka perlu untuk diobati. Perlu healing, sehingga secara moril bisa terangkat kembali sebagai pemenang, tapi pemenang dari sebuah proses kontestasi yang bermartabat, kalah terhormat,” jelas Refly.

Sedangkan secara materiil menurut Refly kedua kubu sudah mengorbankan materi sangat banyak. Oleh karena itu, perlu juga dilakukan pemulihan.

Ia memprediksi mungkin ada kesepakatan-kesepakatan tertentu yang sudah dilakukan demi pemulihan tersebut.

“Apakah ada dealdeal tertentu yang barangkali disepakati yang menurut saya pemulihan secara moril dan materiil itu perlu,” tambah dia.

Sudahi Cebong vs Kampret

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Firman Manan menilai pertemuan Jokowi-Prabowo bisa mendinginkan dan merukunkan hubungan pendukung di akar rumput.

Dia menyoroti secara khusus para pendukung Prabowo, yang menurutnya, masih belum puas atas hasil Pilpres 2019.

“Mungkin tidak keseluruhan karena hanya yang garis garis keras saja yang tidak puas,” kata Firman.

Ia mengapresiasi pernyataan positif yang dikeluarkan Jokowi dan Prabowo selama pertemuan.

Firman mencatat sejumlah ucapan penting, seperti ucapan selamat dari Prabowo kepada Jokowi dan kesediaannya membantu pemerintah lima tahun ke depan. Kemudian, ketika Jokowi mengatakan tak ada lagi Cebong dan Kampret.

Bagi Firman, pernyataan-pernyataan tersebut akan menyatukan seluruh retakan yang terjadi usai Pilpres 2019. Sebab masyarakat Indonesia pasti akan melihat sikap, tingkah perilaku, dan ucapan elit politik yang didukung dalam Pilpres 2019.

“Pertemuan ini akan memberikan kesan pertarungan politik ini biasa, ritual demokrasi lima tahunan, dan sudah selesai, pemenang sudah ada, yang kalah sudah mengakui dan berikan selamat. Jadi pertarungan itu tidak perlu lagi diperpanjang karena sudah selesai,” ujar Firman. (MK/Fokus)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan