monitorkeadilan.com, Sorong — Dr. H. Hermanto Suaib . MM. mungkin nama yang masih asing di tingkat nasional, tapi tidak di Sorong, Papua Barat. Namanya harum karena perjuangannya di bidang pendidikan. Sosoknya yang sederhana, tapi cerdas, tulus dan pekerja keras membuatnya semakin populer di masyarakat Sorong. Dia adalah personifikasi dari visi besar UMS : Membangun Papua dengan Ilmu dan Ketulusan. Dia bukan saja pemimpin tertinggi UMS, tapi juga teladan itu sendiri.
Jabatan Rektor Universitas Muhammadiyah Sorong (UMS) selama dua periode hanya sebuah puncak gunung es. Jabatan Rektor memang menunjukkan status sosial dan profesional bahwa Dr. Hermanto berada di puncak hirarki struktural pendidikan sebuah lembaga tinggi pendidikan. Namun ada yang lebih hebat, yang bisa diteladani dari Dr. Hermanto. Semua orang bisa belajar banyak dari keseharian Dr. Hermanto yang sederhana, bersahaja, ulet, dan penuh dedikasi dalam dunia pendidikan.
Sebagai contoh, begitu cintanya pada dunia pendidikan, dia “melawan” nasihat Dirjen Dikti agar seorang Rektor tidak usah mengajar lagi dan lebih fokus pada pekerjaan struktural. Dia memutuskan untuk terus mengajar mahasiswa semester 6. Sebuah jabatan tertinggi sebagai Rektor tidak bisa mengubah pandangannya, bahwa dia adalah seorang pendidik. Dan ukuran seorang itu seorang pendidik sejati adalah mengajar, seorang pendidik baru bisa menganggap dirinya guru bila dia memiliki murid, dan untuk mempunyai murid, dia harus mengajar. Apa yang dilakukan Dr. Hermanto melampaui prosedur struktural, dia tidak terjebak oleh aturan-aturan, tapi memandang dirinya dalam perspektif substansi, seorang pendidik ya harus mengajar, begitu kira-kira paradigmanya.
Dr. Hermanto sangat menyadari bahwa sumder daya manusia (SDM) di Sorong masih sangat lemah. Jiwanya sebagai pendidik membuatnya bangkit dan membangun lembaga pendidikan tinggi. Dia tetap “turun gunung” dengan mengajar Fakultas Ilmu Sosial Politik, Fakultas Hukum, dan Fakultas Ekonomi. Ini bukan soal motif ekonomi karena secara finansial Dr. Hermanto sudah sangat berkecukupan, bahkan bisa dibilang sudah sangat mapan. Panggilan jiwanya untuk mendidik menariknya untuk bisa terus “bersentuhan” dengan para mahasiswa. Di luar soal bidang pendidikan, dia selalu menanamkan soal pondasi moral bagi para mahasiswa. Apalagi 40% mahasiswanya adalah aparatur sipil negara (ASN). Di bawah pengasuhannya, para ASN yang kuliah ini bukan saja bisa meningkatkan kinerjanya, tapi juga memperbaiki moralitasnya dalam menjalankan tugas melayani masyarakat luas.
Sebagai Rektor UMS, Dr. Hermanto mampu mengembangkan UMS sebagai Universitas yang inklusif (terbuka dalam keberagaman). Walau nama univeritas tercantum sebuah oragnisasi Islam Muhammadyah, namun jika mencermati mereka yang kuliah di UMS sangatlah plural. Para mahasiswa terdiri dari berbagai suku dan latar belakang, bahkan 60% mahasiswanya adalah non-muslim.
Sebagai pemimpin puncak UMS, Dr. Hermanto sangat berhasil dalam menahkodai UMS sehingga menjadi salah satu universitas ternama di Sorong. UMS ditetapkan sebagai universitas swasta terbaik (no. 1) se-Papua dan Papua Barat versi UniRank dan versi Webometric World Ranking. Terbukti UMS menjadi universitas pertama di Papua Barat yang mendapat akreditasi B dan telah memiliki tujuh Fakultas : Fisip, Hukum, Pertanian, Perikanan, FKIP, Teknik dan Ekonomi. Dan UMS telah memiliki dosen tetap sebanyak 192 orang. Namun di balik kehebatan UMS, sosok sederhana Dr. Hermanto tercermin dari kesehariannya di kampus. Bahkan saat Monitor Keadilan datang ke UMS, ternyata Dr. Hermanto memilih untuk tidak menggunakan sekretaris dan langsung melayani sendiri semua tamu yang hadir. (MK-Pendidikan)
Komentar