MONITORKEADILAN.COM, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, tsunami di Selat Sunda bukan karena gempa vulkanik. Bencana yang berlangsung pada Sabtu (22/12/18) malam itu disebabkan longsor seluas 64 hektar akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Luhut mengungkap teori awal kesimpulan para ahli yang telah bekerja menemukan penyebab tsunami, sejak Minggu (23/12/18).
Dikutip dari rilis Biro Informasi dan Hukum Kemenko Kemaritiman, Selasa (25/12/18), Luhut mengatakan telah mengkoordinasikan para ahli untuk menyelidiki dan mengidentifikasi penyebab bencana tsunami di Selat Sunda. Koordinasi dilaksanakan dengan melibatkan para ahli dari berbagai instansi seperti BPPT, LIPI, BMKG, BIG, LAPAN, Pushidros TNI-AL dan Kementerian ESDM.
Analisa sementara para ahli mengarah pada adanya material yang lepas dalam jumlah banyak di lereng terjal Gunung Anak Krakatau yang dipicu oleh tremor dan curah hujan tinggi.
Untuk membuktikan kebenaran teori tersebut, tim akan melakukan survei geologi kelautan dan bathymetri di komplek Gunung Anak Krakatau setelah situasi dirasa aman dan memungkinkan.
Selain survei laut, tindak lanjut tim tersebut antara lain akan dilakukan konfirmasi citra satelit resolusi tinggi oleh LAPAN, survei udara oleh BPPT, data GPS dan PASUT oleh BMKG, BIG, Pushidros TNI-AL, serta melibatkan industri di kawasan.
Sebagaimana diwartakan, Ahli ekologi dan evolusi Krakatau dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Tukirin menjelaskan kemungkinan penyebab terjadinya tsunami di Selat Sunda karena longsoran bawah laut dan gelombang pasang.
Tukirin saat dihubungi di Jakarta, Minggu (23/12/18), sependapat dengan yang dikemukakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa longsor di tebing bawah laut menyebabkan tsunami kecil di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/18) malam.
Tukirin sebagai ahli yang mempelajari perkembangan kehidupan Gunung Anak Krakatau itu, menjelaskan bahwa gunung yang terus tumbuh tersebut menimbun material vulkanik di bagian atas sehingga menyebabkan dinding yang terjal di bagian bawah gunung.
Tebing bawah laut yang semakin terjal di bagian bawah Gunung Anak Krakatau bisa terjadi longsor apabila ada getaran kuat akibat aktivitas vulkanik, yang mungkin juga ditambah dengan hempasan gelombang arus laut.
Tsunami yang terjadi di Selat Sunda juga dinilai dipengaruhi kondisi pasang air laut yang disebabkan gravitasi bulan saat terjadi purnama.
Solusi Terintegrasi
Khusus mengenai solusi jangka panjang dalam menghadapi bencana alam, pemerintah sedang merancang kebijakan yang lebih terintegrasi dan holistik di bawah koordinasi Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman.
“Kemarin kami, BMKG, Basarnas, BNPB sudah rapatlah bersama semua (instansi terkait) untuk menyusun Perpres terpadu,” terang Menko Luhut yang menargetkan untuk menyelesaikannya pada Januari 2019.
“Kita sudah masuk finalisasi, nanti minggu pertama atau kedua Januari 2019 kita akan duduk lagi nanti antara semua instansi-instansi terkait biar tuntas. Setelah itu akan dibawa ke Ratas (Rapat Kabinet Terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi-red),” ungkap Menko Luhut sembari menjelaskan mengenai rencana peningkatan teknologi alat deteksi dini tsunami yang menjadi salah satu bagiannya.
“Rencananya sudah ada, kemarin kita sudah sepakat dengan Bappenas, kita rapat hari Jumat lalu. Mestinya 2019 sudah bisa dijalankan,” jelas Menko Luhut yang menyampaikan bahwa teknologi BPPT akan digunakan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan terkini.
“(Alat rancangan) BPPT bagus kok. Kita aja yang selama ini tidak pernah pakai. Kita buat di sini. Boleh kita impor dulu (jika ada yang lebih canggih) tapi nanti harus transfer teknologi,” ungkap Menko Luhut mengenai keinginannya agar Indonesia dapat memproduksi sendiri peralatan tersebut nantinya.
“Nanti kita lihatlah, bisa kita pakai APBN bisa kita pakai juga tawaran dari World Bank dengan Asian Development Bank, kita lihat mana yang paling baik,” lanjut Menko Luhut menjelaskan tentang sumber pendanaannya dan tawaran bantuan dari pihak lain.
“Setelah itu, masyarakat jangan merusak itu,” imbuh Menko Luhut yang mengharapakan ada kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat untuk bersama-sama berkontribusi untuk mencegah dan menangani bencana di Indonesia. (kn)
Komentar