MONITORKEADILAN.COM, JAKARTA — Berdasarkan hasil pendataan Potensi Desa (Podes) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di seluruh wilayah Indonesia pada bulan Mei 2018 lalu tercatat ada pergeseran jumlah Desa Tertinggal, Desa Mandiri, dan Desa Berkembang.
Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan, jumlah Desa Tertinggal kini tercatat 13.232 desa (17,96 persen) atau turun dibanding 2014 sebanyak 19.750 desa (26,81 persen). Sedangkan Desa Mandiri naik dari 2.894 (3,93 persen) tahun 2014 menjadi 5.559 desa (7,55 persen). Adapun Desa Berkembang juga mengalami peningkatan dari 51.026 desa (69,26 persen) menjadi 54.879 (74,49 persen).
“Hasil Podes 2018 itu menunjukkan keberhasilan pembangunan telah melebihi dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, khususnya yang menyangkut sasaran pembangunan desa dan kawasan perdesaan,” kata Suhariyanto dalam keterangannya kepada wartawan, di kantor BPS Pusat, Jakarta, Jumat (14/12/18) siang.
Sasaran pembangunan desa dan kawasan perdesaan adalah meningkatkan jumlah Desa Mandiri sebanyak 2.000 desa, dan mengurangi jumlah Desa Tertinggal hingga 5.000 desa. Sementara hasil Podes 2018 menunjukkan, Desa Mandiri bertambah 2.665 desa, dan Desa Tertinggal berkurang sebanyak 6.518 desa.
Mengenai sebaran Desa Tertinggal, Kepala BPS menunjukkan data, Provinsi Papua merupakan yang tertinggi (87,12 persen), disusul Papua Barat (82,03 persen), Kalimantan Utara 61,07 persen, dan Maluku 46,42 persen.
Sedangkan sebaran Desa Mandiri paling banyak berada di Daerah Istimewa (D.I) Yogyakarta (40,31 persen), disusul Bali (27,67 persen), Jawa Barat 22,48 persen. Dan Sumatra Barat 20,10 persen.
Indikator Desa
Mengenai penetapan Desa Mandiri, Tertinggal, dan Berkembang, Kepala BPS Suhariyanto mengemukakan, ada beberapa indikator yang digunakan, seperti dimensi pelayanan dasar di antaranya: 1. Ketersediaan dan akses ke SMU sederajat, dimana jumlah desa yang ada SMU/SMK meningkat 19 persen dari 2014; 2. Ketersediaan dan kemudahan akses ke apotek (desa yang ada apotek meningkat 54 persen); 3. Ketersediaan dan kemudahan akses ke rumah sakit (desa yang ada rumah sakit meningkat 20 persen); 4. Akses ke bahan bakar lebih mudah (desa yang ada pangkalan/agen LPG meningkat 14 persen); 5. Tempat buang air besar sebagian besar keluarga (desa yang sebagian warganya menggunakan jamban sendiri meningkat 26 persen); 6. Akses pengiriman ke pos atau barang (desa yang ada layanan pos meningkat 59 persen); dan 7. Waktu tempuh per kilometer transportasi ke kantor caman (rata-rata 34 menit dari sebelumnya 2014 rata-rata 1 jam 32 menit).
Adapun pada dimensi penyelenggaraan pemerintah desa di antaranya: 1. Otonomi Desa (penerimaan desa meningkat lebih dari 54 persen); 2. Kelengkapan pemerintahan desa (desa yang memiliki sekretaris desa meningkat 13 persen); dan 3. Kualitas SDM kepala desa (pendidikan kepala desa minimum SMU meningkat 10 persen).
Disebutkan juga oleh Kepala BPS, bahwa jumlah desa/kelurahan pada 2018 telah meningkat 1.741 desa/kelurahan dibanding 2014. (kn)
Komentar