oleh

Dr.Ir.H.Hasanuddin Atjo, MP, Sang Penemu Teknologi Supra Itensif

banner 468x60

MONITORKEADILAN.COM,PALU – Dalam teori pengembangan bisnis, ada empat pilar yang perlu dipertimbangkan, agar bisnis bisa berkembang, maju dan berkelanjutan. Termasuk dalam pengembangan bisnis di sektor budidaya udang, berbasis teknologi Supra Intensif. Baik untuk tambak padat modal, maupun kolam skala rakyat.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP, yang juga sang penemu teknologi supra intensif, mengatakan empat pilar tersebut adalah, jaminan pasar, jaminan teknologi, jaminan input produksi, dan jaminan permodalan.

banner 336x280

“Budidaya udang dengan menggunakan teknologi supra intensif, telah memiliki tiga jaminan tersebut. Tinggal jaminan permodalan dari teman-teman perbankan, untuk mendorong kegiatan usaha ini yang kita tunggu,”kata Hasanuddin Atjo, ditemui Rabu kemarin (19/9).

Jaminan pasar, bahwa saat ini udang vaname orientasinya adalah pasar global atau ekspor. Naiknya nilai tukar Dollar USA (US Dollar) terhadap Rupiah (Indonesian Rupiah-IDR), harusnya menjadi peluang untuk menambah devisi, dengan menggenjot sektor ekspor. Salah satunya adalah udang vaname.

“Jaminan pasar sangat penting, sebab jika pasar sudah bagus, maka tidak akan ada keraguan bagi siapa saja untuk masuk dalam bisnis ini,”katanya lagi.

Kemudian jaminan teknologi. Supra intensif kata Hasanuddin Atjo, adalah teknologi hasil inovasinya yang telah banyak mendapat pengakuan. Teknologi supra sudah terukur. Bahkan Gubernur Sulteng kata Hasanuddin Atjo, telah memberikan garansinya terhadap teknologi supra intensif.

“Penegasan dari Pak Gubernur yang dilansir Radar Sulteng dalam edisi terbit Rabu 19 September 2018, merupakan bentuk political will dan jaminan dari pemerintah terhadap teknologi ini. Pak Gubernur tidak mungkin memberikan garansinya, kalau teknologi ini tidak ada jaminan dan tidak terukur,”tegasnya.

Jaminan dari Gubernur kata Hasanuddin Atjo, harusnya menjadi pintu bagi seluruh pihak, untuk bersama-sama masuk dalam bisnis budidaya udang ini, dalam rangka mencapai kemajuan bersama.

Kemudian jaminan ketiga adalah input produksi. Untuk kegiatan budidaya udang, ada beberapa yang menjadi input produksinya, di antaranya ketersedian benih unggul (F1), pakan yang cukup hingga akhir siklus budidaya. Juga tidak kalah pentingnya, faktor dukungan lingkungan, listrik, serta sumber daya manusia. “Untuk jaminan ini, teknologi supra intensif sudah penuhi semuanya,”tambahnya.

Yang masih perlu dioptimalkan kata Hasanuddin Atjo, adalah jaminan permodalan. Leading sektornya berada di tangan kalangan perbankan, agar lebih terbuka dalam memberikan bantuan bagi pengusaha yang ingin menyeriusi bisnis budidaya udang ini.

Saat ini kata Hasanuddin Atjo, peran kalangan perbankan masih perlu didorong lagi. Hal ini kata Hasanuddin Atjo, terjadi karena mungkin saja, kalangan perbankan masih belum mendapatkan informasi dan gambaran secara penuh, serta prospek dan risiko dari budidaya udang berbasis teknologi supra intensif.

“Melalui workshop budidaya supra intensif yang kita gelar besok (hari ini, red), kesempatan kita untuk memberikan informasi secara lengkap kepada teman-teman perbankan, terkait prospek bisnis ini,”katanya lagi.

Di sisi lain, Hasanuddin Atjo, memaklumi bahwa kalangan perbankan memiliki SOP dan indikator-indikator sendiri, dalam menentukan bisnis yang diberikan akses permodalan. Namun, mestinya indikator atau syarat yang ditetapkan, tidak bisa disamaratakan.

“Mungkin kegiatan budidaya ini masih dikategorikan atau sama dengan sektor perikanan yang memang sulit dapatkan bantuan permodalan, karena dianggap high risk. Semoga melalui workshop nanti, kita semua bisa satu persepsi,”tandasnya.

 

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan