oleh

PENGAMAT : KEMENHUB JANGAN HANYA PINTAR PUNGUT PNBP

banner 468x60

MONITORKEADILAN.COM, JAKARTA — Pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria minta agar Kementerian Perhubungan melaksanakan Pengawasan di lapangan atas setiap kegiatan Bongkar Muat Barang Berbahaya dan tidak hanya memungut Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015 tentang Jenis Dan Tarif atas Jenis PNBP Yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan, pada halaman 89 dan 90 Butir 7 f dan g ditetap besaran (tarif) Pengawasan Bongkar/Muat Barang Berbahaya adalah sebesar Rp25.000 per kilo gram.

banner 336x280

Sementara menurut UU nomor 17 tahun 2008 dan IMDG Code, Bahan Bakar Minyak dan Elpiji juga digolongkan sebagai Barang Berbahaya.

“Ketika terhadap BBM atau Elpiji dan barang berbahaya lainnya dipungut PNBP Pengawasan Bongkar/Muat Barang berbahaya tetapi tidak dilakukan pengawasan bongkar muatnya, maka jelas ini melanggar prinsip dari “pungutan” itu,” tegas Sofyano Zakaria, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik.

Menurut dia, tanpa dilakukannya pengawasan pada setiap kegiatan bongkar muat ,maka pungutan itu bisa dimaknai dan berpotensi diplintir sebagai “pungutan liar,” dan akhirnya bisa menimbulkan kegaduhan publik apalagi saat ini adalah saat kampanye Pilpres.

“Karenanya menteri Perhubungan harus memberi perhatian serius terhadap hal ini,” tambah Sofyano.

Pengamat energi yang juga pendiri Asosiasi Pengamat Energy Nasional ini juga menyoroti “abu-abu-nya” PP 11 tahun 2015 khusus terkait Pengawasan Bongkar Muat dan besaran tarif Barang Berbahaya jenis BBM dan Elpiji.

Masyarakat tidak paham apakah Pungutan PNPB untuk Bongkar/Muat Barang Berbahaya itu berlaku hanya bagi kegiatan bongkar barang berbahaya saja atau juga termasuk pula pungutan bagi kegiatan muat Barang Berbahaya .

“Jika melihat frasa dari bongkar/muat maka jelas pungutan PNBP harusnya dikenakan bagi setiap kegiatan bongkar dan setiap kegiatan muat barang berbahaya, namun di lapangan ini terkesan masih rancu,” lanjut Sofyano.

Dia memberi contoh, yang lebih membingungkan lagi, bagaimana jika sebuah kapal agen penjual BBM Marines, yang dalam satu hari menjual atau membongkar BBM ke beberapa kapal maka apakah setiap kegiatan bongkar muat BBM ini dipungut biaya pengawasan dan apakah ada petugas pengawas yang ikut di kapal turut mengawasi kegiatan itu secara penuh.

Besaran tarif (biaya) pengawasan bongkar/muat barang berbahaya yang khusus untuk bahan bakar minyak dan elpiji yang dalam PP 11 tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp25.000 perkilogram juga sangat aneh.

“Masa iya biaya pengawasannya lebih mahal dari harga perliter BBM dan perkilo elpiji-nya,” ucap Sofyano.

Meskipun akhirnya besaran tarif tersebut ditunda pelaksanaannya dan kemudian ditetapkan hanya Rp10 per liter namun perubahan itu anehnya dilakukan dengan tanpa merevisi Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2015.

“Apakah Peraturan Pemerintah bisa dikoreksi atau dibatalkan oleh keputusan Menteri apalagi Maklumat Dirjen. Ini perlu dipertanyakan keras,” tutup Sofyano. (kn)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan